CTL Sebagai Pendekatan Pembelajaran
Contextual Teaching and Learning /CTL sebagai Pendekatan Pembelajaran atau dikenal dengan Pendekatan Pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang membantu guru dalam mengkaitkan materi ajar dengan kehidupan nyata, dan memotivasi peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan mereka. Melalui pembelajaran kontekstual diharapkan konsep-konsep materi perkuliahan dapat diintegrasikan dalam konteks kehidupan nyata dengan harapan peserta didik dapat memahami apa yang dipelajarinya dengan baik dan mudah.
Di Amerika berkembang apa yang disebut Contextual Teaching and Learning (CTL) yang intinya membantu dosen/guru/guru untuk mengkaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi peserta didik untuk mengkaitkan pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan mereka. Sementara itu di Michigan juga berkembang Connected Mathematics Project (CMP) yang bertujuan mengintegrasikan ide matematika ke dalam konteks kehidupan nyata dengan harapan peserta didik dapat memahami apa yang dipelajarinya dengan baik dan mudah.
Perbedaan Pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran konvensional
Konvensional | Kontekstual (CTL) |
---|---|
Menyandarkan kepada hapalan | Menyandarkan pada memori spacial |
pemilihan informasi di tentukan oleh guru | pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan individu peserta didik |
Cenderung terfokus hanya pada disiplin tertentu | mengintegrasikan beberapa bidang disiplin |
Memberikan tumpukan informasi kepada perserta didik sampai pada saatnya diperlukan | Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan awal yang telah di miliki peserta didik |
Penilaian hasil belajar hanya melalui kegiatan akademik berupa ulangan/ujian | Menerapkan penilaian Autentik melalui penerapan praktis dalam pemecahan masalah |
beberapa penelitian aktual di bidang ilmu kognitif (cognitive science) dan teori-teori tentang tingkah laku (behavior theories) yang mendasari konsepsi dan proses pembelajaran kontekstual, antara lain:
- Konstruktivisme berbasis pengetahuan (Knowledge-Based constructivism) – Baik instruksi langsung maupun kegiatan konstruktivis dapat sesuai dan efektif didalam pencapaian tujuan belajar peserta didik (Resnick dan Hall, 1998).
- Pembelajaran berbasis usaha / teori pertumbuhan kecerdasan (Effort-Based Learnnig/Incremental Theory of Intellegence) – Peningkatan usaha seseorang untuk menghasilkan peningkatan kemampuan. Teori ini berlawanan dengan gagasan bahwa kecerdasan seseorang tidak dapat diubah. Bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar akan motivasi seseorang untuk terlibat dalam kegiatan yang berkaitan dengan komitmen untuk belajar.
- Sosialisasi (Socialization) – Anak-anak mempelajari standar, nilai-nilai, dan pengetahuan kemasyarakatan dengan mengajukan berbagai pertanyaaan dan menerima tantangan untuk menemukan solusi yang tidak segera terlihat, bersama-sama dengan penjelasan konsep, pembenaran pemikiran mereka, dan pencarian informasi. Sesungguhnya, belajar adalah proses sosial, oleh karenanya faktor sosial dan budaya perlu diperhatikan selama perencanaan pengajaran. Sifat dasar sosial dari belajar juga mengendalikan penentuan tujuan belajar ( Borko dan Putnam, 1998 ).
- Pembelajaran situasi (Situated Learning) – pengetahuan dan belajar dikondisikan dalam fisik tertentu dan konteks sosial. Serangkaian tatanan yang mungkin dipergunakan seperti rumah, masyarakat, tempat kerja, akan tergantung pada tujuan pengajaran dan tujuan pembelajaran yang di harapkan.
- Pembelajaran distribusi (Distributed Learning) - pengetahuan mungkin di pandang sebagai pendistribusian dan penyebaran (Lave, 1988) individu, orang lain, dan berbagai benda (artifacts) seperti alat-alat fisik dan alat-alat simbolis (Solomon, 1993), dan bukan semata-mata sebagai suatu kekayaan individual. Dengan demikian, manusia merupakan suatu bagian terintegrasi dari proses belajar, harus berbagai pengetahuan dan tugas-tugas (Borko dan Putman, 1998).
The Northwest Region Education Laboratory USA mengidentifikasikan 6 kunci dasar pembelajaran kontekstual, :
- Pembelajaran bermakna : pemahaman, relevansi, dan penilaian pribadi sangat terkait dengan kepentingan peserta didik. Didalam mempelajari isi materi ajar. Pembelajaran dirasakan terkait dengan kehidupan nyata atau peserta didik mengerti manfaat isi pembelajaran, jika mereka merasakan berkepentingan untuk belajar demi kehidupannya dimasa mendatang. Prinsip ini sejalan dengan, pembelajaran bermakna (Meaningful Learning) yang diajukan Ausuble )
- Penerapan pengetahuan, ada kemampuan peserta didik untuk memahami apa yang dipelajari dan diterapkan dalam tatanan kehidupan dan fungsi dimasa sekarang atau masa depan.
- Berpikir tingkat tinggi ; peserta didik diwajibkan untuk memanfaatkan berpikir kritis dan berpikir kreatifnya dalam pengumpulkan data, pemahaman suatu isu dan pemecahan suatu masalah.
- Kurikulum yang dikembangkan berdasar standar : Isi pembelajaran harus dikaitkan dengan standar lokal, profinsi, nasional, perkembangan ilmu dan teknologi serta dunia kerja.
- Responsif terhadap budaya : guru harus memahami dan menghargai nilai, kepercayaan, kebiasaan peserta didik, teman pendidik, dan masyarakat tempat ia mendidik. Ragam individu dan budaya suatu kelompok serta hubungan antar budaya tersebut akan mempengaruhi pembelajaran dan sekaligus akan berpengaruh terhadap cara mengajar guru. Setidaknya ada 4 hal yang perlu diperhatikan didalam pembelajaran kontekstual, yaitu individu peserta didik, kelompok, peserta didik baik sebagai tim atau keseluruhan kelas, tatanan komunikasi kelas.
- Penilaian autentik ; penggunaan berbagai strategi penilaian ( misalnya penilaian proyek / tugas terstruktur, kegiatan peserta didik, penggunaan portofolio, rubrik, daftar cek, pedoman observasi, dsb ) akan merefleksikan hasil belajar sesungguhnya.
Sehubungan dengan itu maka pendekatan pengajaran kontekstual (CTL) menekankan pada hal-hal berikut :
- Belajar berbasis Masalah ( Problem – Based Learning ), yaitu suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi perkuliahan.
- Pengajaran Autentik (Authentic Instruction) yaitu pendekatan pembelajaran yang memperkenankan peserta didik untuk mempelajari konteks bermakna, Ia mengembangkan ketrampilan berpikir dan pemecahan masalah yang penting didalam konteks kehidupan nyata.
- Belajar Berbasis Inquiri (Inquiry – Based – Learning) yang membutuhkan strategi pengajaran yang mengikuti metodologi sains dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna.
- Belajar Berbasis Proyek / Tugas Terstruktur (Project - Based Learning) yang membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehensif dimana lingkungan belajar peserta didik (kelas) didesain agar peserta didik dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata perkuliahan, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya. (Buck Institute for Education, 2001)
- Belajar Berbasis Kerja (Work – Based Learning) yang memerlukan suatu pendekatan pengajaran yang memungkinkan peserta didik menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi perkuliahan berbasis perguruan tinggi dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali di dalam tempat kerja. Jadi dalam hal ini tempat kerja atau sejenisnya dan berbagai aktivitas dipadukan dengan materi perkuliahan untuk kepentingan peserta didik (Smith, 2001).
- Belajar Jasa Layanan (Service Learning) . Pendekatan ini menyajikan suatu penerapan praktis dari pengetahuan baru yang diperlukan dan berbagai ketrampilan untuk memenuhi kebutuhan didalam masyarakat melalui proyek / tugas terstruktur dan kegiatan lainnya. (Mc Pherson, 2001)
- Belajar Kooperatif (Cooperative Learning) yang memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil peserta didik untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar (Holubec, 2001)
Berkaitan dengan faktor kebutuhan individual peserta didik maka untuk menggunakan metode pendekatan kontekstual guru harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
- Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental (Developmentally approriate) peserta didik.
- Membentuk grup belajar yang saling tergantung (interdependent learning groups).
- Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (Self Regulated Learning) yang memiliki 3 karakteristik umum, yaitu kesadaran berpikir, penggunaan strategi dan motivasi berkelanjutan.
- Mempertimbangkan keragaman peserta didik (diversity of students).
- Memperhatikan multi intelegensi (Multiple Intellegences) peserta didik.
- Menggunakan teknik-teknik bertanya yang meningkatkan pembelajaran peserta didik, perkembangan pemecahan masalah dan ketrampilan berpikir tingkat tinggi.
- Menerapkan penilaian autentik (Authentic Assesment).
Berkaitan dengan faktor peran guru, agar proses pengajaran kontekstual dapat lebih efektif kaitannya dengan pembelajaran peserta didik, guru diharuskan merencanakan, mengimplementasikan, merefleksikan dan menyempurnakan pembelajaran. Untuk keperluan itu, guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut :
- Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh peserta didik.
- Memahami latar belakang dan pengalaman hidup peserta didik melalui proses pengkajian secara seksama.
- Mempelajari lingkungan perguruan tinggi dan tempat tinggal peserta didik, selanjutnya memilih dan mengkaitkannya dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam proses pembelajaran kontekstual.
- Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki peserta didik dan lingkungan kehidupan mereka.
- Melaksanakan pengajaran dengan selalu mendorong peserta didik untuk mengkaitkan apa yang sedang dipelajari dengan pengetahuan / pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya dan mengkaitkan apa yang dipelajarinya dengan fenomena kehidupan sehari-hari. Selanjutnya peserta didik didorong untuk membangun kesimpulan yang merupakan pemahaman peserta didik terhadap konsep / teori yang sedang dipelajarinya.
- Melakukan penilaian terhadap pemahaman peserta didik. Hasil penilaian tersebut dijadikan sebagai bahan refleksi terhadap rancangan pembelajaran dan pelaksanaannya.
Strategi Guru dalam Penerapan CTL
Sementara itu, Center for Occupation Ressearch and Development (CORD) menyampikan 5 strategi bagi pendidik dalam rangka penerapan pembelajaran kontekstual, yang disingkat dengan REACT, yaitu :
- Relating ; belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.
- Experiencing: belajar ditekankan kepada penggalian (eksplorasi), penemuan (discovery), dan penciptaan (invention)
- Applying: belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan didalam konteks pemanfaatannya.
- Cooperating: belajar melalui konteks komunikasi interpersonal, pemakaian bersama, dsb.
- Transferring: belajar melalui pemanfaatan pengetahuan didalam situasi atau konteks baru.
Melalui landasan filosofi kontruktivisme, CTL dipromosikan menjadi alternatif strategi belajar yang baru. Melalui strategi CTL, peserta didik diharapkan belajar melalui “mengalami” bukan “menghafal”.
Nurhadi (2002) mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama, yaitu:
- kontruktivisme (contructivism),
- bertanya (questioning),
- menemukan (inquiri),
- masyarakat belajar (learning community),
- pemodelan (modeling),
- refleksi (reflection),
- dan penilaian sebenarnya (authentic assesment).
Sedangkan menurut Zahoric (Nurhadi, 2002), ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontekstual, yaitu:
- pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activaing knowledge)
- perolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge)
- pemahaman pengetahuan (understanding knowledge)
- mempraktekan pengetahuan dan pengalaman (appying knowledge)
- melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
Penilaian Pada Pendekatan kontekstual
Penilaian autentik sesungguhnya adalah suatu istilah/terminologi yang diciptakan untuk menjelaskan berbagai metode penilaian alternatif. Berbagai metode tersebut memungkinkan peserta didik dapat mendemonstrasikan kemampuannya untuk menyelesaikan tugas-tugas, memecahkan masalah, atau mengekspresikan pengetahuannya dengan cara mensimulasikan situasi yang dapat ditemui di dalam dunia nyata di luar lingkungan perguruan tinggi (Hymes, 1991). Berbagai simulasi tersebut semestinya dapat mengekspresikan prestasi (performance) yang ditemui di dalam praktek dunia nyata seperti tempat kerja. Penilaian autentik seharusnya dapat menjelaskan bagaimana peserta didik menyelesaikan masalah dan dimungkinkan memiliki lebih dari satu solusi yang benar. Strategi penilaian yang cocok dengan kriteria yang dimaksudkan adalah suatu kombinasi dari beberapa teknik penilaian sebagai berikut :
- Penilaian kinerja (Performance assessment):
- Observasi sistematik (System Observation),.
- Portfolio (Portfolio) .
- Jurnal sains (Journal) .
.Ada 2 bentuk jurnal, yaitu :
- Jurnal arahan pribadi (Self-directed jurnaling), dimana peserta didik akan menetukan topik, isi dan arah kemana refleksi akan diambil.
- Jurnal arahan dosen/guru/guru (teaher-directed jurnaling) akan mengarahkan respon dari refleksi mendekati tujuan khusus outcome atau topik.
- Penilaian mewakili pengetahuan yang sebenarnya, ketrampilan dan bentuk keinginan peserta didik.
- Penilaian terkait erat dengan kesempatan belajar dan sesuai dengan isi program, outcome yang diinginkan dan pelaksanaan pengajaran.
- Ada berbagai kesempatan berganda untuk belajar, latihan, dan penilaian outcome yang diinginkan, sehingga penilaian membantu mengembangkan kompetensi bukan hanya mengukurnya.
- Penilaian mencakup umpan balik dan berbagai bentuk refleksi.
Posting Komentar untuk "CTL Sebagai Pendekatan Pembelajaran"
Jangan lupa tinggalkan komentar sebagai alat silaturahmi dan jika bermanfaat bisa saudara share, komentar yang memasukan link judi dan hal lainnya yang tidak sesuai norma, akan langsung saya hapus. Terimakasih, Sukses Selalu