Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sumedang Puser Budaya Sunda (SPBS)

Sumedang Puser Budaya Sunda (SPBS). Budaya merupakan ciptakarya manusia dalam kehidupannya, dan Indonesia merupakan bangsa kepulauan dengan kebhinekaan yang kaya sehingga Indonesia merupakan bangsa besar dengan budaya dan adat istiadatnya.

Sumedang puseur budaya Sunda (SPBS), Kebudayaan Sunda ada apa saja?, Kenapa Sumedang Puseur Budaya Sunda?, Apa seni budaya Sunda?, Budaya Sumedang apa saja?, lirik lagu sumedang puseur budaya sunda, makalah sumedang puseur budaya sunda, budaya sumedang, contoh sejarah lokal, translate sunda, sejarah sumedang, kesenian sumedang, contoh sejarah lokal di jawa barat

Pengembangan kearifan budaya daerah merupakan landasan moral dan etika dalam kehidupan masyarakat Indonesia, demikian pula dengan Budaya Sunda di Jawa Barat. 

Sumedang Puser Budaya Sunda (SPBS)


Sumedang puseur budaya Sunda (SPBS), Kebudayaan Sunda ada apa saja?, Kenapa Sumedang Puseur Budaya Sunda?, Apa seni budaya Sunda?, Budaya Sumedang apa saja?, lirik lagu sumedang puseur budaya sunda, makalah sumedang puseur budaya sunda, budaya sumedang, contoh sejarah lokal, translate sunda, sejarah sumedang, kesenian sumedang, contoh sejarah lokal di jawa barat

Suku Sunda merupakan suku ke dua  terbesar di Pulau Jawa, kurang lebih 36.juta jiwa, tersebar seantero negeri dan mancanegara serta tentunnya paling banyak mendiami Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta.

Jiwa dan kehidupan  kasundaan tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat Sumedang, melalui pembangunan berwawasan budaya Sunda serta dengan mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal, diharapkan pembangunan di Kabupaten Sumedang dapat menguatkan harkat dan martabat manusia sebagai subjek dalam proses pembangunan, sehingga pada gilirannya akan menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, mencerahkan, serta lebih adil dan manusiawi. 

Maka ditetapkanlah Sumedang Sebagai Puseur Budaya Sunda sebagaimana dicanangkan oleh Wakil Gubernur Jawa Barat, dengan Peraturan Bupati Sumedang Nomor 113 tahun 2009 tentang Sumedang Puser Budaya Sunda (SPBS).

Maksud dan tujuan Sumedang Puser Budaya Sunda

  1. Sumedang Puser Budaya Sunda (SPBS) dimaksudkan untuk meningkatkan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan  budaya Sunda dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
  2. Sumedang Puser Budaya Sunda (SPBS)  bertujuan untuk memperkokoh jatidiri aparatur pemerintah daerah dan masyarakat serta menguatkan daya saing daerah menuju terwujudnya Kabupaten Sumedang Sejahtera, Agamis dan Demokratis pada Tahun 2025 (Sumedang SEHATI).   

Nilai-Nilai yang terkandung dalam Sumedang Puser Budaya Sunda (SPBS)

1. Nilai Filosofis adalah Insun Medal Insun Madangan. 

Nilai Filosofi Sumedang Puser Budaya Sunda terlihat dari kata "Insun Medal Insun Madangan"  artinya yaitu Aku lahir untuk memberi Penerangan.  Karena dalamnya makna filosofi ini sebaiknya anda teruskan baca tulisan sebelumnya tentang : filosofi Insun Medal Insun Madangan

2. Nilai Manajerial  adalah Rawayan Jati Sunda. 

Nilai Manajerial Sumedang Puser Budaya Sunda adalah Rawayan Jati Sunda yaitu jati diri yang harus dijaga oleh masyarakat Sumedang sebagai jembatan antara dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, mulai dari fase perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, sampai dengan fase pengawasan dan pertanggungjawaban, menuju tercapainya masyarakat Sumedang yang Sejahtera, Agamis dan Demokratis (Sumedang Sehati). 

Esensi dari nilai manajerial serta istilah Rawayan Jati Sunda ini antara lain dikutif dari pandangan H. Hidayat Suryalaga pada saat Seminar dan Lokakarya SPBS pada tanggal 14 Juli 2009 bertempat di Gedung Negara  Kabupaten Sumedang, yang selanjutnya dielaborasi dengan nilai-nilai sosial budaya Sunda yang berkembang di tengah-tengah masyarakat Sumedang. 
  1. Fase Perencanan 
    1. Sirna Ning Cipta = Kesadaran tertinggi sebagai puncak tauhidullah. Urang Sunda berujar “Hirup darma wawayangan”. Menyadari bahwa hakekatnya kekuasaan tertinggi yang menentukan jalan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara adalah skenario Illahi. Tetapi syariatnya manusia mempunyai tanggung jawab untuk melakukan usaha yang dimulai dari sebuah proses perencanaan. Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, apabila kaum itu sendiri tidak mengupayakannya. Apabila kita gagal berencana, maka sebenarnya kita sedang merencanakan untuk gagal. 
    2. Sirna Ning Rasa = Kesadaran sebagai hamba Allah yang diberi tugas untuk mensejahterakan dunia. Urang Sunda berujar “Ngertakeun bumi lamba”. Menyadari bahwa perencanaan pembangunan merupakan sebuah instrumen untuk membidik berbagai permasalahan sehingga masyarakat dapat keluar dari permasalahan tersebut dan mendapatkan kehidupan yang lebih sejahtera. Sebuah perencanaan pembangunan tidak ada artinya apabila tidak bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. 
    3. Sirna Ning Karsa = Kesadaran tertinggi sebagai kualitas aktualisasi amal ibadah untuk memiliki niat dan kehendak yang mantap. Memiliki visi dan misi yang jelas, terukur, terstruktur, tepat guna serta tepat waktu. Urang Sunda berujar “Muga bareng jeung parengna, malati lingsir ku wanci campaka ligar ku mangsa”. Menyadari bahwa perencanaan pembangunan jangka pendek daerah harus berbanding lurus dengan visi, misi, kebijakan dan program perencanaan pembangunan jangka menengah daerah sebagaimana dituangkan dalam RPJMD yang merupakan penjabaran dari  perencanaan pembangunan jangka panjang daerah sebagaimana dituangkan dalam RPJPD. Artinya setiap item perencanaan harus disusun dan diorientasikan dalam rangka mewujudkan cita-cita bersama (visioner). 
  2. Fase Pengorganisasian 
    1. Sirna Ning Karya = Kesadaran tertinggi sebagai puncak kesadaran penghambaan atas tugas yang diamanahkan Sang Khalik melalui perbuatan. Diawali dengan keteguhan hati untuk memerankan tugas yang diemban betapapun berat dan melelahkannya. Urang Sunda berujar ;
      • Hirup dinuhun, paeh dirampes; Menyadari bahwa untuk menjamin efektivitas  perencanaan pembangunan diperlukan adanya keteguhan hati  atau “Henteu unggut kalinduan gedag kaanginan” dalam tindak lanjutnya yaitu melaksanakan pengorganisasian dengan baik yang didasarkan pada kaidah-kaidah manajemen sumber daya manusia, sehingga setiap komponen daerah dapat memerankan tugas yang diembannya secara optimal. 
      • Ulah pagiri-giri calik, pagirang-girang tampian: yaitu setiap komponen daerah tidak berebut kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau golongan, melainkan berebut perjuangan dalam medan pengabdian. 
      • Pembagian perannya berdasarkan prinsip “Tri Tangtu Di Bumi”, yaitu :
        • Rama = Masyarakat umum. 
        • Resi = Kaum berilmu, cerdik pandai, alim ulama.
        • Prabu = Pemimpin, birokrat atau penyelenggara negara. 
  3. Fase Pelaksanaan 
    • Sirna Ning Diri = Kesadaran tertinggi untuk mengaktualisasikan kualitas diri individual yang otonom. Orang Sunda berujar “Kudu pengkuh agamana/SQ, luhung elmuna/IQ, jembar budayana/EQ, jeung rancage gawena/AQ”. Menyadari bahwa pelaksanaan pembangunan sebagai media untuk mengoperasionalkan apa yang sudah direncanakan, akan berjalan efektif apabila ditopang oleh individu masyarakat yang tangguh, yang memiliki kemampuan terpadu antara SQ, IO, EQ dan AQ. Melalui kesadaran ini diharapkan masyarakat akan menjadi subjek pembangunan, bukan objek pembangunan. 
    • Sirna Ning Hirup = Kesadaran tertinggi untuk mengaktualisasikan kualitas diri individual yang hidup bersama dengan mahluk lain. Orang Sunda berujar “Kudu silih asah, silih asih, jeung silih asuh”, “Kacai jadi saleuwi, kadarat jadi salogak”, “Sareundeuk saigel, sabobot sapihanean”, “Sabilulungan”, “Rempug jungkung sauyunan”, “Kaluhur jujur ngabantu, kagigir ngais tarapti, ka handap cekas ngabina”. Menyadari bahwa pelaksanaan pembangunan akan memberikan manfaat optimal apabila dilakukan secara gotong royong serta dengan penuh semangat kebersamaan. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Melalui spirit ini diharapkan akan tumbuh pemahaman bahwa modal sosial masyarakat merupakan modal utama dalam pembangunan, sementara modal finansial yang bersumber dari bantuan pemerintah merupakan modal stimulan. 
    • Sirna Ning Hurip = Kesadaran tertinggi sebagai tanggungjawab keberadaan individu secara lahir dan batin berkeselarasan dengan masyarakat komunal. Orang Sunda berujar “Kudu cageur, bageur, bener, jeung pinter”. Menyadari bahwa pelaksanaan pembangunan hanyalah jembatan antara untuk mewujudkan visi bersama pembangunan yaitu terwujudnya masyarakat yang berahlak mulia, sehat, berpendidikan dan sejahtera. Karena itu pelaksanaan pembangunan harus memperhatikan keselarasan hidup, baik secara vertikal (antara mahluk dengan Sang Pencipta) maupun horizontal (diantara mahluk ciptaanNya). Dengan pemahaman demikian, diharapkan pelaksanaan pembangunan pada gilirannya dapat mengakselerasi peningkatan kesejahteraan masyarakat secara signifikan

3. Nilai Operasional  adalah Dasa Marga Raharja 

Nilai Operasional Sumedang Puser Budaya Sunda  yaitu Dasa Marga Raharja  artinya adalah sepuluh perilaku atau sifat yang harus dimiliki oleh masyarakat Sumedang untuk dilaksanakan dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, sehingga dapat memberikan daya guna dan hasil guna. 

Esensi dari nilai operasional SPBS ini diambil dari nilai-nilai sosial budaya Sunda yang tumbuh kembang di tengah-tengah masyarakat Sumedang, yaitu :
    1. Taqwa
    2. Someah
    3. Surti
    4. Jembar
    5. Brukbrak
    6. Guyub
    7. Motekat
    8. Tarapti, Taliti, Ati-ati 
    9. Junun-Jucung
    10. Punjul-Luhung 
    Uraian lengkapnya tentang Sepuluh perilaku atau sifat dimaksud diatas bisa anda lanjutkan pada tulisan sebelumnya tentang Filosofi Insun Mdal Indun Madangan .

    Kesepuluh nilai operasional tersebut, antara lain diilhami esensi dari “Pepeling Tajimalela” sebagai berikut : 
    “Sumanget ka-Sumedangan, tara ngukut kanti risi, tara reuwasan ku beja, sikepna titih caringcing, jauh tina hiri dengki, nyekel tetekon nu luhung, gagah bedas tanpa lawan, handap asor hade budi, kasabaran nyata elmu katunggalan”. 
    Dengan memiliki 10 (sepuluh) sifat dan perilaku tersebut maka akan melahirkan suatu situasi dan kondisi kehidupan masyarakat Sumedang yang penuh dengan harmoni dan kebersamaan dalam balutan semangat “Silih Asah - Silih Asih - Silih Asuh”, baik sebagai mahkluk pribadi maupun sosial. 

    Maknanya adalah terwujudnya sistem sosial dalam kehidupan masyarakat yang didasari oleh sikap saling mengasihi, saling melindungi dan saling mengingatkan ke jalan kebaikan dan mencegah melakukan kemungkaran, serta saling mengasah untuk menjadi pribadi yang bertaqwa, berilmu dan terampil.

    Berikut ini selengkapnya Peraturan Bupati Sumedang Nomor 113 tahun 2009 tentang Sumedang Puser Budaya Sunda (SPBS).


    Demikian Peraturan Bupati Sumedang Nomor 113 tahun 2009 tentang Sumedang Puser Budaya Sunda (SPBS), semoga bermanfaat.

    Hatur Nuhun
    ADH
    ADH "Hebatnya seorang guru karena mendidik, dan rekreasi paling indah adalah mengajar" (KH Maimoen Zubair)

    Posting Komentar untuk "Sumedang Puser Budaya Sunda (SPBS)"

    Guru Sumedang (GS) adalah praktisi Pendidikan yang berkomitmen untuk kemajuan dunia pendidikan. Artikel,Video dan atau Gambar di situs www.gurusumedang.com kadang bersumber dari media lainnya,GS akan berupaya menuliskan sumbernya, dan HAK CIPTA sepenuhnya dipegang media tersebut.