Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Praktik Baik Sekolah Berbasis Riset

Konfusius mengatakan Mendengar saya lupa, melihat saya ingat, melakukan saya paham, SALAM menambahkan dengan menemukan sendiri saya kuasai (Toto Rahardjo)

Praktik Baik Sekolah Berbasis Riset. Pada 3 November 2020, Kemdikbudristek meluncurkan merdeka belajar sebagaimana disampaikan oleh Nadiem Makariem yang saya kutip dari Tempo.cp (2019) menyebutkan bahwa Merdeka Belajar merupakan kemerdekaan berpikir, dan guru menjadi penentu kemerdekaan berpikir tersebut.

Praktik Baik Sekolah Berbasis Riset. Pada 3 November 2020, kemdikbudristek meluncurkan merdeka belajar sebagaimana disampaikan oleh Nadiem Makariem yang saya kutip dari Tempo.cp (2019) menyebutkan bahwa Merdeka belajar merupakan kemedekaan berpikir, dan kemerdekaatn berpikir ditentukan oleh guru.

Praktik Baik Sekolah Berbasis Riset

Permasalahan yang terjadi pada sekolah-sekolah reguler dimana guru memahami bahwa potensi peserta didik tidak hanya diukur dalam bentuk Ujian, namun waktu guru dalam mengolah potensi peserta didik habis waktunya untuk mengejar angka-angka tersebut. 

Guru ingin mengajak siswa keluar kelas agar tidak terkungkung dengan dinding persegi kelas  untuk belajar di dunia sekitarnya namun kurikulum yang menjadi pegangan guru sangat kaku  dan menutup petualangan, karena berbenturan dengan jadwal yang tidak fleksibel.

Guru kebingungan satu sisi didunia nyata dalam menghadapi abad 21, kemampuan berkarya dan berkolaborasi menentukan kesuksesan anak, bukan kemampun menghafal. Guru menyadari bahwa tiap anak memiliki kebutuhan yang berbeda, tetapi keseragaman mengalahkan keberagaman sebagai prinsip dasar birokrasi. 

Guru menginginkan setiap murid terinspirasi, tetapi guru tidak diberikan kepercayaan untuk berinovasi (Nadiem Makariem dalam Kemdikbud.go.id 2019)

Dari sejak diluncurkannya merdeka belajar sampai dengan tahun 2023 dan didorong dengan program guru penggerak, sebagai ujung tombak implementasi kurikulum merdeka, dengan pembelajaran transformatifnya.

Namun kenyataan dilapangan, sekolah-sekolah dan para pendidik  masih kebingungan, dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka belajar ini,  bagaikan masuk kedalam lorong labirin, berjalan sambil mencoba-coba apakah jalan dan langkah yang diambilnya sudah benar atau tidak, suatu pertaruhan yang riskan.

Dibutuhkan bukti dan contoh riil  serta praktik baik seperti apa dan bagaimana mengelola sekolah yang berprinsip merdeka belajar ! dari sekolah-sekolah yang dijadikan pilot projek program kurikulum baru dan disosialisasikan oleh kemdikburistek selama  ini menurut pengamatan dan pemahaman saya belum ditemukan sekolah yang secara holistic benar-benar menerapkan Merdeka Belajar, belum memiliki bentuk yang tetap, dan baku yang merupakan visi dan misi dari sekolah –sekolah tersebut. Karena masih berproses membentuk semua komponen-komponen. 

Kepenasaran tersebut mendorong saya untuk berselancar mencari praktik baik yang seperti apakah sekolah yang benar dalam menerapkan merdeka belajar ?apakah ada sekolah yang sudah menerapkan merdeka Belajar ? serta seperti apa mengelola para guru/fasilitatorya ? jiwa apa yang harus dimiliki para guru/fasilitatornya sehingga bisa menghadirkan merdeka belajar ? Bagaimana praktik baiknya ? 

Upaya tersebut sampailah kesebuah buku dengan judul " Sekolah Apa ini ?" dicetak oleh INSISTPress 2019 yang membahas secara menyeluruh praktik baik bagaimana pengelolaan sekolah dan proses pembelajaran yang memerdekakan, karena di tuturkan oleh para pelaku langsung, ditulis oleh pendiri dan pendidik di sekolah SALAM (sekolah sanggara anak alam) yang berlokasi di nyampung Nitiprayan, Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta.

Buku ini sebagai paparan praktik baik yang ditulis dengan latarbelakang banyaknya para pengelola sekolah dan akademisi dari seluruh Indonesia yang melakukan study banding atau penelitian ke SALAM bagaimana pengelolaan sekolah yang memerdekakan peserta didiknya, sehingga paparannya sangat holistik dan komprehensif, layak di baca oleh para pengelola satuan pendidikan.

Bahkan konon Nadiem Makariem menggelindingkan program sekolah Merdeka Belajar juga berawal dari kunjungannya ke SALAM 

Sekolah Berbasis Riset

Ciri utama kurikulum merdeka sebagaimana dituturkan dalam pidato Nadiem Makariem pada peringatan hari guru tahun 2019 adalah Sekolah yang mampu menciptakan sistem pembelajaran yang tidak memenjarakan kreativitas, dimana fokus utamanya adalah siswa.

Salah satu model dan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah model pembelajaran berbasis riset.

Sekolah berbasis riset adalah sekolah yang mengembangkan potensi siswa dengan menanamkan kultur riset disatuan pendidikannya. dan  SALAM menjadikan model pembelajaran berbasis riset dalam keseharian belajar siswa-siswinya sejak dari usia dini di tingkat KB/PAUD sampai dengan SMA.

Model pembelajaran berbasis riset di SALAM mengalir begitu saja, awalnya digunakan sebagai kebutuhan praktis karena Wahya sang pengelola dan pendiri SALAM kekurangan guru dalam mengelola ratusan siswanya.

Dengan pendekatan riset,anak-anak bisa belajar berkelompok, bersentuhan langsung dengan sumber belajar dan menemukan permasalahan serta mencari sollusinya. Dengan begitu anak-anak dapat menemukan pengetahuan tanpa harus dituntun atau diajari .Wahya (2019;101)

Riset di SALAM dimaknai sebagai proses penyelidikan, pengamatan, dan pencarian yang seksama dalam memperoleh fakta, yang kemudian menjadi dasar untuk menyusun pengetahuan baru dan diterapkan sesuai pemahaman barunya tersebut.

Apa yang diriset  ?

Anak-anak SALAM bebas melakukan risetnya, apapun yang menarik minat mereka dan sesuai dengan jenjang pendidikannya, dengan mempelajari suatu hal yang diminatinya dan menjadi ketertarikannya maka anak akan mudah mengingat, mengetahui, bahkan menemukan sendiri pengetahuan yang dibutuhkan dalam kehidupannya.

Proses pembelajaran berlangsung secara kontekstual dengan mengajak anak untuk belajar dari peristiwa yang dialaminya. Peristiwa belajar tersebut bisa muncul secara alamiah namun bisa juga dari peristiwa yang diciptakan.

Tahapan Riset

Penerapan Kurikulum Merdeka dengan kurikulum berbasis riset di sekolah alternatif Sanggar Anak Alam (SALAM) didukung beberapa faktor utama diantaranya : 

  • kemampuan Fasilitator, kemampuan fasilitator dalam mendampingi dan mendorong motivasi anak untuk berinovasi, kreatif dan mampu memanfaatkan sumber daya sekitar, jeli dalam merangkai dan menghubungkan setiap situasi kedalam proses pembelajaran, dengan melakukan :
    1. lokakarya pada awal semester selama 3-4 hari, yang berisi evaluasi proses belajar yang telah dilalui disemester sebelumnya dan merancang program belajar semester berikutnya, 
    2. setiap hari jumat dilakukan tukar pikiran para fasilitator  mengenai kondisi kelas, bagaimana proses belajar berlangsung, apakah ada kendala didalam kelas, serta bagaimana interaksi berlangsung, baik diantara anak, anak dan fasilitator, fasilitator dan orang tua maupun antara anak dan orang tua, 
    3. lokakarya mandiri para fasilitator yang dilaksanakan tiap jumat terakhir setiap bulannya untuk menambah wawasan dan keterampilan.
    4. pembentukan kelompok fasilitator tiap tingkatan, grup fasilitator KB dan TA (PAUD), fasilitator SD kelas 1-3, fasilitator SD kelas 4-6, Fasilitator SMP dan Fasilitator SMA, fasilitator ini akan berkumpul pada waktu yang disepakati bersama untuk belajar bersama sebagai fasilitator dan berdiskusi serta mencar solusi dalam permasalahan di kelas masing-masing.
  • waktu proses belajar, di SALAM tidak ada bel sebagai tanda awal atau berakhirnya proses belajar, karena jadwal ditentukan oleh masing-masing kelas dengan fasilitatornya, namun ada waktu yang berlaku umum yaitu puku 08.10 mulai kegiatan pagi (bermain), pukul 10.00-11.00 istirahat dan pukul 12.00 WIB makan siang. Untuk anak KB dan TA (PAUD) anak belajar jam 08.30 WIB, dengan aktivitas pertama selama 30-45 menit adalah bermain bebas, sesuai ketertarikan anak dengan tetap diamanti oleh fasilitator, hal ini dilakukan agar anak bebas merdeka dan dimaksudkan agar siswa yang terlambat tidak merasa takut dan kecewa, sehingga anak tetap nyaman bergabung untuk proses belajar, anak tingkatan SD dan SMP/SMA jadwal dibuat berdasarkan kesepakatan anak dan fasilitator,yang akan dievaluasi jika ada peristiwa tertentu atau awal semester/akhir semester.
  • tahapan dan pembentukan suasana belajar; Proses belajar di SALAM berangkat dari peristiwa nyata sehari-hari yang ada dilingkungan sekolah dan lingkungan sekitar.  Untuk menghadirkan peristiwa digunakanlah riset sebagai metode yang dipilih. sebagaimana gambar berikut atau selengkapnya bisa anda cek pada paparan sang pendiri Toto Rahardjo yang ditulisnya pada buku "Sekolah Biasa saja" 
Tahap-tahap riset yang diikuti setiap anak di tiap kelas adalah :

    1. Perencanaan ; anak diminta menentukan objek apa yang akan diteliti (sesuai minat/yang digandrungi dan dan disenangi anak) orang tua dan fasilitator berperan penting dalam mendampingi, berdialog dan memperjelas hal apa dari opjek yang dipilih.
    2. Pendampingan ; fasilitator dan orang tua mendampingi anak untuk menyusun pertanyaan-pertanyaan dasar sebagai modal dasar dan menyusun jadwal pelaksanaan riset, Riset yang dimaksud yakni melakukan pengamatan langsung, membaca referensi, atau mewawancarai narasumber yang dianggap menguasai objek yang diriset. orang tua dan fasilitator berperan penting dalam merangsang anak sehingga anak mamppu mengembangkan pertanyaan riset, sehingga riset menjadi mendalam dan meluas, pada tahap ini fasilitator mulai mengaikan , memasukan indikator yang harus di capai dalam semester ini.
    3. Presentasi ; merupakan tahap akhir orang tua dan fasilitator mendampingi anak untuk melakukan presentasi didepan anak-anak yang lain, orang tua dan komite sekolah. setiap akhir presentasi fasilitator memproses keterkaitan hasil riset dengan caiapai indikator dengan menggunakan "daur belajar" yaitu lakukan, ungkapkan, analisis dan tarik kesimpulan

  • keterlibatan orang tua; orang tua dibangun kesadarannya bahwa mereka sangat berperan penting dan pihak yang paling bertanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya, di SALAM bukanhanya anak yang wajib belajar tetapi juga orang tua, agar selaras antara yang dipelajari di sekolah dan dirumah. keterlibatan orang tua dalam proses belajar anak mendorong orang tua untuk terus belajar dan berkomunikasi dengan sekolah/fasilitator agar proses belajar berjalan lancar, anak menentukan pilihan risetnya bersama orang tua dan didiskusikan dengan fasilitatornya, hal ini benar-benar melibatkan kepekaan orang tua dalam mendampingi anak dan menentukan pilihan riset mereka, dan komunikasi yang terjalin antara anak dan irang tua sangat berpengaruh terhadap proses riset yang dilakukan anak. selain itu orang tua yang tertarik dan memiliki kemampuan serta kemauan belajar tentang mendidik anak juga diberikan kesempatan untuk menjadi fasilitator di salam, hal ini memang dilakukan SALAM karena di salam tidak mengenal guru yang ada hanyalah fasilitator yang mendampingi dan memfasilitasi anak belajar.

Contoh Riset 

1. Riset Tingkat KB/TA (PAUD)

Riset tingkat KB/TA dilakukan dengan suatu perjalanan petualangan, Riset bukan tentang menjawab hapalan pertanyaan yang dibuat-buat namun proses yang dilalui untuk menemukan jawaban atas keingintahuannya.

Ruang belajar anak tidak terbatas didalam kelas yang terbelenggu dengan ruang, tetapi anak-anak kerap terlibat didalam kegiatan di luar kelas, dilingkungan luar sekolah, ditempat-tempat komunal dekat sekolah seperti tanah lapang, galeri pameran sanggar seni ditengah pemukiman, atau secara khusus mengunjungi tempat tertentu untuk mempelajari sesuatu.

Suatu hari, Moci 4 tahun siswa KB tertinggal jauh saat petualangan, Moci yang saat itu ditemani bu Panca sudah tidak melihat teman-temannya pergi

" Teman-teman dimana bu guru ?

" wah bu Panca juga engak tahu Ci !"

"coba kita cari tanda dulu yuk. Kira-kira bisa tidak yah kita melacak jejak ?"

" Wah bu ini ada jejak sepatu keccil kecil di tanah !"

"wah, betul "

" ini pasti jejak teman-teman, bu ! yuk kita ikuti jejaknya"

sementara rombingan lain sedang bertahan dijalan yang sedikit menanjak dekat penginapan Omah kebon milik pak Whani, yang jaraknya kita-kira 100 m dari SALAM, jalan itu separuhnya di plester miring untuk memudahkan kendaraan roda dua melintas, sementara separuhnya dibiarkan berundak undak pejalan kaki.

" Bu guru jalannya miring !"

"oh ,iya. Kira-kira untuk apa ya, kok dibuat miring ?"

"aku tahu, Bu ini pasti untuk perosotan!"

anak-anak mencoba meluncur di atas jalan berplester semen itu.

"bu jadi sekarang kita punya dua perosotan ya ? yang satu di bawah pohon Talok, satu lagi disini !" ujar anak yang lain

"iya, tapi buat merosot susah, Kasar, tidak licin seperti di bawah pohon Talok."

Fasilitator dengan sabar menanti anak-anak itu puas mengeksplorasi "perosotan baru" yang ditemukan mereka, dalam kegiatan sederhana ini anak-anak itu mengekplorasi hampir keseluruhan indra dalam gerak bebas diruang terbuka.

melalui peristiwa yang ditemukan di petualangannya anak-anak langsung mengalami tidak hanya mendengar cerita "kata orang" atau "kata bu guru" ,mereka langsung merasakan dengan kelima indranya, melakukan hingga dapat membangun pengetahuannya.

dalam cerita perosotan ini anak-anak melihat, meraba, kemudian mencoba, mereka menyebut jalan tanjakan itu sebagai perosotan karena melihat bentuknya, setelah mencoba dan membandingkan dengan perosotan di bawah pohon Talok, merek amenemukan pemahaman baru bahwa perosotan baru ini permukaannya kasar, sehingga susah untuk bermain perosotan.

2. Riset Tingkat SD Kelas 1-3 (Fase A-B)

Dikelas 1-3 SD anak-snak melakukan riset bersama, satu tema besar dipilih, untk diteliti bersama-sama satu kelas dalam satu semester. setiap peristiwa yang muncul dalam riset itulah yang digunakan sebagai bahan belajar bersama, terutama untuk menumbuhkan kerampilan dasar calistung (baca tulis hitung)

Contoh riset memelihari ikan (untuk kelas 1), anak-anak belajar dalam konteks sosial, kontek alam, berhitungg, mengenal simbol angka,memahami konsep penjumlahan dan pengurangan, mengenal simbol huruf, menulis kata hingga menyusun kalimat sederhana, satu peristiwa nyata yang dialami menjadi sumber belajar untuk banyak aspek yang terkait satu dengan yang lain, jadi disekolah ini sudah memulai apa yang disebut pembelajarna tematik sebagaimana kurikulum 2013 dimana guru-guru disekolah lain tematiknya hanya bersumber dari buku paket saja, sehingga membuat banyak guru kebingungan mengaplikasikannya.

Bagaiman keseruannya cerita memelihara ikan tersebut serta bagaiman prose pembelajaran didalamnya bisa di baca buku " Sekolah apa ini"

untuk kelas 2, anak-anak sedang Riset menanam sayur, sejak dari pembibitannya, siswa sudah terlibat dan melihat langsung perbedaan pembibitan untuk media air dan media tanah.

Ketika tiba saatnya menyiapkan pot yang lebih besar untuk media air,anak-anak mengumpulkan botol-botol air mineral bekas,memotongnya menjadi dua bagian, lalu menghiasnya dengan cat.

Pengecatan botol ini juga bermaksud untuk mengurangi jumlah sinar matahari yang masuk dan mencegah tumbuhnya lumut.

Bara 8 tahun dan beberapa anak lainnya tidak mengecat botol yang akan dipergunakan. akibatnya bagian botol yang selalu terendam air milik Barapun berlumut. Karena itu Bara harus lebih rajin membersihkan botolnya saat masa perawatan.

Ketika membuat pot untuk media air, banyak anak terkagum-kagum melihat air bisa naik ke atas dari dasar botol yang berisi air merembes menuju bagian lain yang kering hanya dengan bantuan secarik kain.

"jadi kita tidak perlu menyirami tiap hari ya bu ? " tanya seeorang anak

"Iya benar. kira-kira kenapa, ya kok bisa mengalirnya ke atas?" tanya fasilitator.

"karena ada sumbunya?" kata anak yang lain.

"iya betul itu disebut kapilaritas," kata fasilitator itu lagi.

Saat semua anak sibuk mempersiapkan kebun, orang tua bahu-membahu mempersiapkan rak untuk meletakkan botol-botol tersebut. salah satu oran gtua menyumbangkan beberapa lonjor besi eser. Orang tua lain merakitnya menjadi rak dengan teknik las.

saat kebun siap, setiap hari anak-anak bertugas mengamati tanamannya.

'Bu hari ini daun sawiku bertambah satu."

itu berarti sudah saatnya dicatat dan ditempel di papan. kelas memiliki sebuah tabel raksasa dengan nama-nama anak yang ditulis berjajar ke bawah. Tiap anak lalu menuliskan perkembangan kebunnya dalam carik-carik kertas dan menempelnya ke tabel.

"Bu daun sawiku ada yang dimakan ulat. jadi sekarang tinggal dua," lata seorang anak.

"wah, bagaimana ya ?" kata fasilitator mengembalikan pertanyaan.

"teman-teman,ada yang tahu bagaimana supaya ulat tidak memakan daun Sawi ?" tanya fasilitator memancing.

"Diambil, bu , dipithes." diambil dan kemudian ditendes dengan ibu jari sampai mati, kata anak itu.

Begitulah ketika tidak ada sekat-sekat mata pelajaran. fasilitator dan anak-anak justru bebas untuk belajar apapun sesuai peristiwa yang muncul dengan kritis dan mendalam.

Tidak ada peristiwa dilewatkan begitu saja tanpa makna. Mereka meniskusikan soal kapilaritas, tumbuhnya tanaman, ulat-ulat yang memakan daun, berkurangnya jumlah daun, bertambah tingginya tanaman, sekaligus soal tanggungjawab, gotongroyong dan empati.

3. Riset Tingkat SD Kelas 4-5-6 (Fase B-C)

Dikelas ini anak melakukan riset mandiri. siswa menentukan tema risetnya sendiri sesuai dengan minat dan kemampuannya.Riset dilakuan sebagai cara menciptakan "Peristiwa Belajar" sedekat mungkin dengan anak. 

Walaupun dilakukan sendiri-sendiri namun anak-anak mengalami tahapan yang sama dalam mengerjakan risetnya, yaitu tahapan perencanaan, pencarian data, pengolahan data dan presentasi.

Oyi, 10 tahuun memilih "membuat layang-layang" sebaga tema risetnya.

"Akku gagal e, layang-layangnya enggak mau terbang," katanya

"oh, kira-kira kenapa ya,Yi ?"

"Belum tau sih, munngkin waktu itu anginya kurang kencang," kata Oyi.

Fasilitator dan teman-teman merespons dengan positif hasil belajar Oyi, meski belum berhasil. Oyi sedang belajar bahwa kesalahan bukanlah hal tabu dan memalukan.

Dari praktik membuat layang -layang yang dilakukan sebanyak tiga kali, Oyi mengamati bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi sebuah layang-layang bisa terbang:

  • bahan layang-layang
  • perbandingan ukuran bambu yang digunakan
  • letak bambu supaya dapat berimbang
  • angin
Justru dari kegagalan Oyi inilah warga belajar kelas 4 menuai banyak pengetahuan.

Riset membuat layang-layang memang satu peristiwa belajar yang direncanakan, namun kegegalan dalam proses belajar adalah berkah peristiwa yang terjadi secara alamiah yang patut direspons lebih jaun oleh orang dewasa.

Saat melakukan praktik, anak-anak memiliki banyak data pada tahap ketiga,d ata inilah yang kemudian diolah oleh fasilitator untuk menjadi sumber belajar bersama dalam konteks alam, sosial, fasilitator akan mengundang seorang anaik untuk menceritakan perkembangan risetnya.

Tiap anak memiliki data yang berbeda-beda, maka tentu saja satu kelas punya satu sumber belajar sebanyak jumlah aak yang ada. masing-masing anak akan berkontribusi untukmenyumbangkan pengetahuannya guna mencapai indikator umum yang ada di setiap kelas, tidak ada data yang dibuang percuma.

Pada tahap ini fasilitator memiliki peran penting untuk mengolah data mentah menjadi sumber belajar bersama. Keterampilan mengaitkan peristiwa memperluas spektrum dan kedalaman menggali pengetahuan, mutlak diperlukan.

Karena begitu banyaknya data yang diperoleh dari seluruh anak di kelas, proses ini menjadi peristiwa yang hampir setap hari berlangsung di kelas. Tiap pagi kelas diawali dengan mengundang seoarng anak untuk menceritakan pengalaman atau perkembangan risetnya. 

Dalam kesehariannya fasilitator kelas akan membantu tiap anak untuk mengingat dan mencatat (kronologi), mengubah peristiwa menjadi data (Rekontruksi) dan menghasilkan catatan/tulisan untuk kemudian dikaitkan dengan konteks belajar.

Untuk contoh-contoh cerita lainnya seperti cerita Alya dengan riset "memasak rendang ayam" atau Bonar dengan cerita "membuat dan Menjual Roti Sobek". silahkan miliki bukunya.

Riset Remaja

Untuk siswa tingkat SMP dan SMA, umumnya mulai memilih tema riset yang mulai mengerucut, berawal dari ketertarikan pada hobi, musik, misalnya kerap menjadi pilihan tema riset. peran fasilitator membantu anak untuk menjaga kesinambungan minatnya.

4. Riset Tingkat SMP

Farid, 14 tahun yang saat ini duduk di kelas 8, sangat menyukai musik dan lihai berbain gitar, semester seblumnya farid memilih tema "bermain gitar" dengan mengembangkan kemampuan teknis memainkan gitar. Semester berikutnya Farid mulai mendalami "Aransemen lagu" dan mempraktikkan langsung bersama grup band yang ia bentuk bersam akawan-kawan yang lain.

Hal serupa dialami Fafa, 13 tahun berawal dari unggahan seorang kawan di media sosial tentang ecoprinting, Fafa menemukan ketertarikan belajar tentang teknik mencipta pola dengan daun dan bahan alam ini.

Awalnya Fafa didampingi fasilitator mengunjungi seoang perajin batik ecoprint untuk menggalang informasi seputar pewarnaan alam. Setelah melihat langsung hasil ecoprint, Fafa mulai melakukan percobaan dengan teknik yang paling sederhana, hingga dua semester berlalu. Fafa masih terus melakukan percobaan dengan beragam bahan dan teknik.

Dalam perencanaan Fafa telah memiliki gambaran tentang riset yang berkelanjutan, mulai dari membuat beragam produk, menciptakan merek, hingga meendalami tentang seluk, beluk pemasaran produk di semester-semester berikutnya.

Lalu bagaimana anak-anak dikelas akhir SMP ini belajar, sementara mereka menempuh ujian nasional atau mungkin sekarang ini AKM ? alih-alih menerapkan dril atau berlatih bertubi-tubi menjawab soal, anak-anak kelas 9 SMP ini justru melakukan riset soal-soal.

Bukannya mengerjakan seperti yang dilakukan siswa sekolah pada umumnya, anak-anak ini mencermati soal demi soal, mengelompokkan sesuai tema, mengritisi soal dan jika sempat baru mencoba mengerjakan, kemudian siswa menuliskan sendiri laporan risetnya.

5. Riset Tingkat SMA

Untuk tingkat SMA anak-anak didorong untuk memilih tema riset berjenjang, semakin fokus sesuai minatnya, pada kenyataannya remaja SMA SALAM memamng memilih tema dengan lebih  konsisten dan berkelanjutan dari satu semester ke semester berikutnya.

Hal ini membuktikan bahwa anak-anak ini sudah menunjukkan kecenderungan yang bisa jadi mengarahkan pada profesi yang bakal digeluti dewasa kelak.

Rere 16 tahun, awalnya meriset "kerajinan Tangan dari bahan Daur Ulang" di semester 1 kelas 10. Rere mewawancarai beberapa narasumber yang mengolah sampah menjadi uang dan mempraktikkan berbagai teknik kerajinan tangan, mulai dari membuat manik-manik dari botol kaca bekas dengan teknik dipanaskan, hingga membuat kertas daur ulang.

Petualangan pada semester pertama mengerucutkan tema riset Rere pada semster berikutnya menjadi "kerajinan Tangan Daur Ulang dari Kain Perca".

Selama satu semester Rere mencari informasi baik lewat berbagai lokakarya maupun dengan mewawancarai langsung para pelaku bisnis yang membuat produk dari kain perca.

Rere berhasil membuat beberapa tas, dompet, kalung dan berbagai produk lain dengan berbagai teknik, mulai dari kolase kain dengan teknik patchwork, menjahit dan membuat pola, hingga membuat berbgai sulaman sebagai aplikasi produk.

Pada tahun keduanya di SMA, Rere memperdalam manajemen produksi kerajinan berbahan dasar kain. hingga akhirnya Rere telah mempraktikkan dengan memproduksi 700 Pounch pesanan kantor kakaknya dan melanjutkan magang selama sebulan disebuah workshop yang produk utaman tas.

Rere menyajikan rencan riset berkelanjutannya dalam tampilan grafis yang dibuatnya sendiri.

Rere berhasil membuat beberapa tas, dompet, kalung dan berbagai produk lain dengan berbagai teknik, mulai dari kolase kain dengan teknik patchwork, menjahit dan membuat pola, hingga membuat berbgai sulaman sebagai aplikasi produk.  pada tahun keduanya di SMA, Rere memperdalam manajemen produksi kerajinan berbahan dasar kain. hingga akhirnya Rere telah mempraktikkan dengan memproduksi 700 Pounch pesanan kantor kakaknya dan melanjutkan magang selama sebulan disebuah workshop yang produk utaman tas.  Rere menyajikan rencan riset berkelanjutannya dalam tampilan grafis yang dibuatnya sendiri.

Faktor Pendukung dan Tantangan Sekolah berbasis Riset SALAM

Keberhasilan SALAM menerapkan kultur riset dan menjadi Sekolah Berbasis Riset bukan tanpa halangan dan tantangan, namun budaya tersebut justru terbentuk karena tantangan tersebut , beberapa faktor pendukung yang menguatkan sekolah berbasis riset SALAM meliputi:

  1. hubungan relasi yang luas yang dijalin sekolah, 
  2. kemampun fasilitator mengajak anak untuk berinovasi dan kreatif memanfaatkan sumber daya sekitar, 
  3. Peserta didik membuat dan mematuhi kesepakatan bersama dan mampu bertanggungjawab, 
  4. Komitmen dan keterlibatan orang tua siswa, sehingga menjadi " bukan orang tua biasa"
  5. lingkungan pembelajaran yang dibentuk sekolah benar-benar mendukung Peserta didik percaya akan kemampuan diri. 

sedangkan faktor tantangan meliputi: 

  1. Mengorganisir orang tua untuk sepenuhnya berkomitmen dan mampu memenuhi komitmen untuk turut menjadi unit input dalam kegiatan belajar mengajar. 
  2. Membentuk fasilitator agar mampu mengetahui setiap karakter Peserta didik, bisa menemani Peserta didik untuk memperoleh bahan ajarnya dengan baik.
Demikian Praktik baik Sekolah Berbasis Riset yang bisa saya selami, tentunya berkunjung dan mengamati serta menelaah dua seri buku yang dibuat oleh pengelola seperti " Sekolah biasa saja dan Sekolah apa ini" menjadi modal awal yang bagus untuk menerapkan merdeka belajar.
Semoga bermanfaat.

ADH
ADH "Hebatnya seorang guru karena mendidik, dan rekreasi paling indah adalah mengajar" (KH Maimoen Zubair)

Posting Komentar untuk "Praktik Baik Sekolah Berbasis Riset "

Guru Sumedang (GS) adalah praktisi Pendidikan yang berkomitmen untuk kemajuan dunia pendidikan. Artikel,Video dan atau Gambar di situs www.gurusumedang.com kadang bersumber dari media lainnya,GS akan berupaya menuliskan sumbernya, dan HAK CIPTA sepenuhnya dipegang media tersebut.