Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kawasan Tanpa Rokok ( KTR) di Lingkungan Sekolah | Permendikbud No 64 tahun 2015

Kawasan Tanpa Rokok ( KTR) di Lingkungan Sekolah | Permendikbud No 64 tahun 2015. Beberapa saat yang lalu viral kepala sekolah negeri di lebak Banten menampar siswa karena diketahui merokok didalam kelas, namun yang terjadi siswa melawan dan melapor  keorang tuanya, kemudian ditindak lanjuti dengan melaporkannya ke polisi, diikuti dengan mogok masal siswa seluruh sekolah karena protes kepada ketegasan kepala sekolah.

Tidak berhenti disitu dengan alasan menetralisir masalah, Gubernur Banten langsung menonaktifkan kepala sekolah, namun setelah viral dan banyak desakan dari netizen, yang justru mendukung kepala sekolah atas tindakannya, keputusan tersebut akhirnya di anulir kembali, 

Kawasan Tanpa Rokok ( KTR) di Lingkungan Sekolah | Permendikbud No 64 tahun 2015. Beberapa saat yang lalu viral kepala sekolah negeri di lebak Banten menampar siswa karena diketahui merokok didalam kelas, namun yang terjadi siswa melawan dan melapor  keorang tuanya, kemudian ditindak lanjuti dengan melaporkannya ke polisi, diikuti dengan mogok masal siswa seluruh sekolah karena protes kepada ketegasan kepala sekolah.

Permasalahan guru yang dipidanakan  ramai terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak guru - guru baik dan berprestasi serta berkomitmen dalam mendidik siswa akhirnya berakhir di berhentikan, dianiaya orang tua siswa bahkan di laporkan oleh orang tua siswa untuk dipenjarakan.

Seperti yang terjadi pada bapak Zaharman pada tanggal 1 Agustus 2023  niat baik menegur siswa yang merokok berujung tragedi, ia diserang oleh orang tua siwa dengan ketapel yang mengakibatkan mata kanannya buta permanen, sampai sekarang beliau masih mengajar di SMAN 7 Lebong, orang tua muridnya yang menganiayanya malah tanpa sanksi hukum apapun. sebagaimana di infokan oleh akun X  @JantungGPiisanG 

Seperti yang terjadi pada bapak Zaharman Dulu pada tanggal 1 Agustus 2023  niat baik menegur siswa yang merokok berujung tragedi, ia diserang oleh orang tua siwa dengan ketapel yang mengakibatkan mata kanannya buta permanen, sampai sekarang beliau masih mengajar di SMAN 7 Lebong, orang tua muridnya yang menganiayanya malah tanpa sanksi hukum apapun. sebagaimana di infokan oleh akun X  @JantungGPiisanG
Ironi para pendidik

Kalau dilihat sejarah adanya sekolah, coba baca tulisan saya sebelumnya tentang : Mendidik anak tanggungjawab siapa ? sudut pandang sejarah sekolah. dilatarbelakangi karena kesibukan dan keterbatasan orang tua dalam mendidik anaknya serta berharap anaknya memiliki kedudukan, keterampilan dan kecakapan sebagaimana seseorang yang di hormatinya maka dititipkanlah anaknya kepada para mpu/kiai/ulama/ksatria untuk dididik, akibat banyak dititipi siswa akhirnya terbentuklah pesantren dan sekolah.

Jadi harusnya orang tua memahami bahwa mereka menyekolahkan anaknya itu tiada lain adalah menitipkan anaknya untuk dibimbing, dibina dan dididik oleh gurunya disekolah, dimana dirinya tidak bisa melakukan hal itu. Senada dengan hal tersebut profesor pendidikan Jepang Manabo Sato pernah mengatakan : "pendidikan bukan jasa tapi tanggungjawab bersama orang tua mendidik anak-anaknya." sehingga terwujud kesepahaman dua arah antara orang tua dan pendidik.

Akibat banyaknya pendidik yang dianiaya dan dipidanakan, suasana batin sebagian guru saat ini  khawatir dan ketakutan, akhirnya mengambil langkah "yang penting mengajar yang baik, moal loba nyarek atawa ngagenggereuhkeun siswa nu salah bisi tamiang meulit kabitis" artinya mengajar saja yang benar, daripada menegur siswa lebih baik dibiarkan saja karena justru tujuan yang awalnya ingin mendidik siswa sebagai tugas dan fungsi guru, malah guru bersangkutan  yang rugi di labrak, dianiaya sampai dilaporkan ke polisi, 

😭😭😭 sedih sih dengan sikap ini karena seseorang yang bertitel guru hilang marwahnya,  jika situasi ini tidak berubah pendidikan kita akan semakin jauh dari nilai.

Apabila guru sudah acuh  tak acuh seperti ini, hanya  berperan diruang kelas saja mentransfer ilmu pengetahuan ( mengajar saja) tanpa mendidik,  mau dibawa kemana pendidikan kita ? jika dalam mengemban tugas dan fungsinya dalam mendidik guru tidak dilindungi hukum ! walau sebenarnya sudah ada mou antara POLRI dengan PGRI dalam perlindungan hukum guru, namun sepertinya hal ini hanya berlalu begitu saja.

Akhirnya penanaman dan pembentukan karakter dan moral menjadi kering dan  hanya sebatas jargon kosong, padahal guru adalah stakeholder penting dalam proses pendidikan siswa. 

Sepengetahuan saya sebagai seorang guru, semua sekolah /satuan pendidikan menempatkan merokok disekolah/lingkungan sekolah sebagai pelanggaran tata tertib berat, dengan nilai poin pelanggarannya bernilai besar, dan jika perbuatan ini berulang dilakukan oleh siswa bisa dikembalikan pembinaannya kepada orang tua /wali siswa (tentunya dengan tahapan pembinaan dan peringatan 1-2-3 serta panggilan orang tua/wali),  beda situasi dan pendekatannya jika siswa merokok diluar lingkungan sekolah.

Dari situasi ini satuan pendidikan harus memiliki tata tertib serta langkah /tahapan pembinaan dan sanksi yang jelas yang dipahami siswa, orang tua wali siswa dan tenaga pendidik dan kependidikan kemudian ditandatangani oleh siswa dan orang tua/wali bersangkutan, serta terdokumentasikan dengan rapi dan terjaga diarsip kesiswaan dan BP/BK sehingga tidak terjadi kesalahpahaman antara kedua belah pihak.

Disekolah /satuan pendidikan dan kampus tertentu bahkan merokok menjadi perbuatan haram  dan langsung siswa/mahasiswanya dikembalikan kepada orang tua/wali jika terlihat merokok baik itu dilingkungan sekolah atau ketika diluar sekolah. 

Ada beberapa indikasi yang bisa kita lihat dari peristiwa viral siswa merokok di dalam kelas SMAN yang berlokasi di lebak Banten tersebut diantaranya :

  • pertama, saya yakin siswa tahu ada tata tertib bahwa seorang siswa merokok disekolah ( termasuk tenaga pendidik dan kependidikan) adalah pelanggaran berat, siswa ini malah dengan sengaja merokok didalam kelas/lingkungan sekolah artinya kalau dilihat dari perbuatannya dia termasuk anak yang menantang aturan tersebut, kalaulah tidak boleh disebut "nakal" saya istilahkan "anak yang bermasalah".
  • kedua, kemungkinan siswa tersebut sudah terbiasa merokok dirumahnya ( artinya orang tuanya sudah mengijinkan anaknya merokok, /keluarga perokok aktif). Sehingga ketika kasus penamparan ini disampaikan oleh siswa tersebut ke orang tuanya, fokus orang tua bukan ke pelanggaran anaknya, karena mereka menilai merokok bukan perbuatan salah, tapi langsung ke perbuatan guru/kepala sekolah yang menampar anaknya, sehingga langsung reaktif melihat tindakan gurunya tanpa melihat kesalahan dan sikap anaknya terlebih dahulu, sebagai sebab hal itu terjadi.
  • Ketiga, sisi lain "pihak-pihak tertentu" menilai sama juga seperti orangtua siswa, perbuatan merokok seperti diwajarkan, sehingga kesalahan tertuju pada guru yang menampar, akibatnya penilaiannya pun menjadi bias.

Dari pengalaman saya berinteraksi dengan siswa , anak yang "pongah"  biasanya merasa punya kekuatan dan dukungan misalnya orang tua yang selalu melindunginya, apakah karena posisi, kedudukan atau jabatan orang tuanya, bisa juga karena mereka tergabung dalam komunitas-komunitas geng, karena ingin dipandang jagoan dan memperluas pengaruh diantara teman-temannya, serta merasa punya bekingan kekuatan kolektif (geng) untuk mengintimidasi atau bahkan melawan balik, siapa saja yang mengganggunya.

Dari sini biasanya kami dengan kesiswaan & BP/BK mempetakan dengan sosiogram dan memitigasi untuk melokalisasi masalah serta menyusun strategi dan langkah pembinaan apa yang harus dilakukan dengan melibatkan pihak -pihak terkait baik orang tua dan elemen lainnya.

Kembali kedalam masalah akut generasi kita saat ini yaitu masalah merokok, rasanya sulit ( baca : kecil harapan) untuk meminta anak tidak merokok karena berbagai situasi yang mempengaruhinya seperti :

  • kebijakan politis dan ekonomis sehingga mudah mendapatkan rokok
  • banyak orang tua perokok aktif sehingga menjadi figur yang mempengaruhi langsung anak merokok atau tidak sedikit pendidik yang juga merokok dihadapan siswa sehingga marwah untuk mendidik anak agar tidak merokok atau menjelaskan nilai nilai negatif  merokok menjadi tidak memiliki izzah atau bagai macan ompong .
  • lingkungan pertemanan yang sulit di lepaskan dari rokok karena menjadi gaya hidup dan pergaulan
  • keberhasilan iklan rokok yang menanamkan kealam bawah sadar bahwa dengan merokok terlihat gaya hidup yang modern, keren dan gaul
  • dan banyak hal lainnya yang menjadi faktor yang mempengaruhi banyaknya perokok aktif 
Sehingga mencegah generasi agar tidak merokok harus dimulai di lingkungan keluarga sebagai lingkungan terdekat siswa,  dengan rumah dan teladan yang terbebas dari aktifitas dan asap rokok, sebagai nilai, budaya dan akhlaq yang dijunjung bersama anggota keluarga.

Sebagai guru tahapan pertama dalam mencegah hal tersebut adalah dengan memberikan pemahaman dan pengertian akan bahaya rokok bagi kesehatan dirinya dan orang-orang sekitarnya, hal ini bisa disampaikan dalam mata pelajaran IPA , Biologi atau Kimia. 

Kemudian tahapan kedua kita tanamkan, bahwa siswa sebagai mahluk sosial memiliki kewajiban untuk taat aturan yang berlaku serta mampu menghargai orang lain. Hal ini bisa ditanamkan di mata pelajaran  humaniora dan sosial, sehingga sekolah menjadi tempat yang tepat belajar aturan, tata tertib, komitmen dan tanggungjawab bersama, serta bagaimana menghargai dan menghormati orang lain.

Kalaulah ia perokok aktif mampu mentaati aturan yang berlaku, tahu dimana dia bisa merokok dan tahu dimana tempat yang dilarang untuk merokok serta memiliki empati dalam menghargai dan menghormati orang lain yang tidak merokok, sehingga bisa menekan egonya ( baca : tahu tempat dan waktu) untuk tidak merokok didekat orang lain yang bukan perokok.

Ada beberapa aturan yang mengatur kawasan tanpa rokok (KTR) termasuk dilingkungan sekolah diantaranya :
  1. PP Nomor  109 tahun 2012 yang direvisi dengan PP Nomor 28 Tahun 2024 serta Peraturan Daerah (Perda) sebagai turunannya, menetapkan beberapa jenis kawasan yang wajib menjadi KTR diantaranya :
    • Fasilitas Pelayanan Kesehatan: Puskesmas, rumah sakit, klinik, dan praktik kesehatan. 
    • Tempat Proses Belajar Mengajar: Sekolah, perguruan tinggi, PAUD, dan tempat pendidikan lainnya. 
    • Tempat Anak Bermain: Taman bermain dan area publik lainnya yang dirancang untuk anak. 
    • Tempat Ibadah: Masjid, gereja, pura, vihara, dan tempat ibadah lainnya. 
    • Angkutan Umum: Bus, kereta, dan fasilitas transportasi publik lainnya. 
    • Tempat Kerja: Kantor, pabrik, dan fasilitas kerja lainnya. 
    • Tempat Umum: Pasar, mal, terminal, tempat wisata, dan area publik lainnya. 
  2. UU Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 pasal 437 ayat (2) menyatakan : " setiap yang melanggar kawasan  Tanpa Rokok ( KTR) dipidana dengan denda paling banyak RP. 50 juta"
  3. Permendikbud No 64 Tahun 2015 tentang penetapan sekolah ( satuan pendidikan) sebagai Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Lebih rinci tentang aturan Satuan pendidikan / sekolah sebagai kawasan tanpa rokok bisa sobat guru/pendidik cermati atau download Permendikbud No 64 tahun 2025 dibawah ini :


Demikian tentang Kawasan Tanpa Rokok ( KTR) dilingkungan sekolah sesuai Permendikbud No 64 Tahun 2015, semoga KTR dapat diterapkan dan diwujudkan dengan dorongan semua pihak,
Salam Sehat

ADH
ADH Guru yang hebat adalah guru yang terus belajar dan berinovasi untuk menghadirkan pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan bagi siswa, Selamat bergabung

Posting Komentar untuk "Kawasan Tanpa Rokok ( KTR) di Lingkungan Sekolah | Permendikbud No 64 tahun 2015"

Guru Sumedang (GS) adalah praktisi Pendidikan yang berkomitmen untuk kemajuan dunia pendidikan. Artikel,Video dan atau Gambar di situs www.gurusumedang.com kadang bersumber dari media lainnya,GS akan berupaya menuliskan sumbernya, dan HAK CIPTA sepenuhnya dipegang media tersebut.