Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Segitiga Restitusi | Contoh Kasus Penerapannya

Segitiga Restitusi | Contoh Kasus Penerapannya. Segitiga restitusi dalam konteks disiplin positif membantu anak-anak memahami bahwa tindakan mereka memiliki konsekuensi, baik positif maupun negatif. Ini juga mengajarkan tanggung jawab, pembelajaran, dan pemahaman tentang bagaimana tindakan mereka memengaruhi orang lain dan lingkungan di sekitar mereka. 

Segitiga restitusi dalam konteks disiplin positif membantu anak-anak memahami bahwa tindakan mereka memiliki konsekuensi, baik positif maupun negatif. Ini juga mengajarkan tanggung jawab, pembelajaran, dan pemahaman tentang bagaimana tindakan mereka memengaruhi orang lain dan lingkungan di sekitar mereka.

    Melalui langkah-langkah segitiga Restitusi, disiplin positif bukan hanya tentang memberikan hukuman, tetapi juga tentang membantu anak-anak mengembangkan kemampuan untuk membuat keputusan yang baik dan bertanggung jawab atas tindakan mereka.

    Penerapan segitiga restitusi dalam disiplin positif dapat membantu menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan anak, membangun hubungan yang positif antara orangtua dan anak, serta mengajarkan anak tentang tanggung jawab dan konsekuensi tindakan mereka.

    Segitiga restitusi menjadi materi yang harus dikuasai oleh para pendidik dan kemampuan ini terdapat pada modul 1.4 Budaya Positif Guru Penggerak.

    5 Posisi kontrol seorang Guru

    Guru adalah aktor sentral dalam proses pendidikan, guru menjadi sosok yang harus bisa digugu dan ditiru yang mampu menyampaikan nilai - nilai /keyakinan positif, membersihkan nilai-nilai negatif serta menanamkan dan menumbuhkan nilai-nilai keyakinan positif sehingga menjadi pribadi yang saling menghormati, disiplin dan bertanggungjawab.

    Lebih jelasnya tentang tugas dan peran guru bisa anda telaah pada artikel sebelumnya tentang : Hakikat tugas dan peran guru

    Dalam esensinya, posisi kontrol seorang pendidik dalam interaksinya dengan peserta didik adalah mewujudkan keseimbangan antara memberikan arahan dan memberikan ruang untuk keterlibatan aktif peserta didik sehingga terbangun motivasi intrinsik (self regulation)

    Tujuan utamanya menciptakan pengalaman pembelajaran yang efektif, memotivasi peserta didik untuk mengembangkan keterampilan dan pengetahuan, serta membantu mereka mencapai tujuan pembelajaran dan tujuan pendidikan.

    Tujuan pendidikan menurut Kihajar Dewantoro yaitu "menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai  keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia atau anggota masyarakat".

    Setelah menganalisis teori kontrol Dr. William Glasser, Diana Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline (1998) berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. 

    5 Posisi kontrol guru yang umum terjadi dalam interaksinya dengan peserta didik diantaranya sebagai :

    • Penghukum
    • Pembuat merasa bersalah
    • Teman
    • Pemantau 
    • Manajer

    lebih lanjut tentang 5 posisi kontrol tersebut bisa anda telaah di 5 posisi kontrol guru menurut Gossen

    Berikut ini adalah contoh - contoh kasus sebagai perbandingan sobat GS dalam menerapkan disiplin positif sebagai lanjutan artikel sebelumnya tentang penerapan disiplin positif melalui segitiga Restitusi 

    Kasus 1

    Kasus 1 contoh penerapan segitiga Restitusi bisa anda telaah pada tulisan sebelumnya tentang Penerapan Disiplin Positif melalui Segitiga Restitusi

    Kasus 2

    Sabrina hari itu bangun terlambat, dan terburu-buru sampai di sekolah. Dia pun akhirnya sampai di gerbang sekolah, tapi baru menyadari kalau tidak menggunakan sepatu hitam seperti tertera di peraturan sekolah. Di depan pintu kelas, Bapak Lukman memperhatikan sepatu Sabrina yang berwarna coklat. Sabrina berusaha menjelaskan bahwa dia terburu-buru dan salah mengenakan sepatu.

    Pak Lukman menanyakan Sabrina, apa peraturan sekolah tentang seragam warna sepatu. Sabrina menjawab sudah mengetahui sepatu harus berwarna hitam, namun terburu-buru dan salah mengenakan sepatu, selain tidak mungkin kembali pulang karena rumahnya jauh sekali. 

    Pak Lukman tetap bersikeras pada peraturan yang berlaku dan mengatakan, “Ya sudah, kamu sudah melanggar peraturan sekolah. Kamu salah. Sudah terlambat, salah pula warna sepatunya. Segera buka sepatumu kalau tidak bisa mengenakan warna sepatu sesuai peraturan”.

    Sabrina meminta maaf dan memohon kembali kepada pak Lukman agar tetap dapat mengenakan sepatunya dan berjanji tidak akan mengulang kesalahannya. Namun pak Lukman tidak mau tahu, “Tidak, kamu telah melanggar peraturan sekolah, kalau tidak sanggup ambil sepatu di rumah atau diantarkan sepatu ke sekolah, ya sudah kamu tidak bersepatu saja seharian di sekolah. 

    Sekarang copot sepatumu dan silakan belajar tanpa sepatu seharian.” Sabrina pun dengan berat hati mencopot sepatunya dan memberikannya kepada pak Lukman. Seharian dia tidak berani berkeliling sekolah karena malu, dan lebih banyak berdiam diri di kelas tanpa alas sepatu.

    Analisis 

    Dalam kasus di atas, sikap posisi yang diambil oleh Bapak Lukman adalah Sebagai penghukum, terlihat tegas dalam kalimatnya”Pak Lukman tetap bersikeras pada peraturan yang berlaku dan mengatakan, “Ya sudah, kamu sudah melanggar peraturan sekolah. Kamu salah. Sudah terlambat, salah pula warna sepatunya. 

    Segera buka sepatumu kalau tidak bisa mengenakan warna sepatu sesuai peraturan”.“Tidak, kamu telah melanggar peraturan sekolah, kalau tidak sanggup ambil sepatu di rumah atau diantarkan sepatu ke sekolah, ya sudah kamu tidak bersepatu saja seharian di sekolah. Sekarang copot sepatumu dan silakan belajar tanpa sepatu seharian

    Jika bapak Lukman mengambil posisi seorang Manajer, apa yang akan dikatakannya, pertanyaan-pertanyaan seperti apakah yang akan diajukan ke Sabrina? Jelaskan.

    Dalam peraturan penggunaan sepatu hitam ini diharapkan muncul dan terbangun nilai nilai terpuji dan positif seperi terbentuknya sikap disiplin, mandiri dan mampu bertanggungjawab sebagai konsekuensi dari nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama.

    pertanyaan yang seharusnya dilakukan terhadap Sabrina adalah :

    • Sabrina kenapa warna sepatu kamu coklat seperti itu ? 
    • Apakah kamu sengaja atau tidak tahu peraturan sekolah ! seharusnya memakai sepatu warna apa?
    • Terburu-buru! mengapa bangunnya bisa kesiangan ? 
    • apa yang kamu lakukan dimalam hari sehingga kesiangan :
    • mengapa bisa salah memilih sepatu ? 
    • Apa yang akan kamu lakukan agar hal ini tidak terulang lagi dikemudina hari Sabrina ?

    Langkah yang diambil Pak Lukman mengenai kasus diatas yang langsung menghukum Sabrina tanpa langkah-langkah sebagaimana segitiga restitusi yaitu menstabilkan identitas anak, karena kesalahan tersebut bisa terjadi pada siapapun, anak tidak diberikan kesempatan untuk mencari solusi atas kesalahannya.

    Pak Lukman tidak menerima alasan atas kesalahan yang dibuat oleh Sabrina, sehingga langkah ketiga dalam segitiga restitusi yaitu apa yang seharusnya dilakukan sesuai nilai keyakinan yang dipercayanya, untuk bertanggungjawab secara internal dirinya tidak terwujud.

    Sehingga langkah tersebut yang diambil oleh pak Lukman harusnya dihindari lebih tegasnya lagi tidak dilakukan karena hanya memunculkan sikap dendam dan menimbulkan ketidaksukaan terhadap personal bpk lukman, serta sikap motivasi internal yang diharapkan anak untuk bisa bertangungjawab tidak terbangun.

    Kasus 3

    Ibu Dani sedang menjelaskan pelajaran Bahasa Inggris di papan tulis, namun beliau memperhatikan bahwa Fajar malah tidur-tiduran dan tampak acuh tak acuh pada pelajarannya. “Fajar coba jawab pertanyaan nomor 3. 

    Maju ke depan dan kerjakan di papan tulis”. Fajar pun tampak malas-malasan maju ke depan, dan sesampai di depan papan tulis pun, Fajar hanya diam terpaku, sambil memegang buku bahasa Inggrisnya dan memainkan spidol di tangannya. “Ayo Fajar makanya jangan tidur-tiduran, lain kali perhatikan! Sudah sana, duduk kembali, kira-kira siapa yang bisa?”

    Fajar pun kembali duduk di bangkunya. Hal seperti ini sudah seringkali terjadi pada Fajar, seperti tidak memperhatikan, acuh tak acuh, dan nilai-nilainya pun tidak terlalu baik untuk pelajaran Bahasa Inggris. 

    Pada saat ditegur oleh Ibu Dani, Fajar hanya menjawab, “Tidak tahu Bu”. Ibu Dani pun menjawab lirih, “Gimana kamu Fajar, kamu tidak kasihan sama Ibu ya, Ibu sudah capek-capek mengajarkan kamu. Tidak kasihan sama Ibu?” dan Fajar pun diam membisu.

    Analisis 

    Posisi kontrol apa yang diambil oleh Ibu Dani dalam pendekatannya kepada Fajar adalah Pembuat orang merasa bersalah terlihat dari kata kata ibu dani " “Ayo Fajar makanya jangan tidurtiduran, lain kali perhatikan!“Gimana kamu Fajar, kamu tidak kasihan sama Ibu ya, Ibu sudah capekcapek mengajarkan kamu. Tidak kasihan sama Ibu?”

    Jika kita berupaya untuk membaca sikap Fajar, dan kebutuhan apa yang diperlukan oleh Fajar adalah sikap kasih sayang dan rasa diterima serta kebutuhan kebebasan dan kesenangan.

    Bilamana Ibu Dani mengambil posisi Pemantau, yang dilakukan adalah menggali alasan dan latarbelakang singkat mengapa hal tersebut dilakukan melalui sodoran pertanyaan seperti ; 

    • Fajar, apakah tujuan kita berada didalam kelas saat ini ?
    • untuk mewujudkan hal itu kewajiban apa yang harus dilakukan ?
    • benarkah tidur-tiduran dan acuh di kelas itu sesuai dengan kewajiban di kelas?
    • Kira-kira apa manfaatnya untuk masa depan kamu jika bisa berbicara dan berkomunikasi dengan bahasa inggris ?

    Apabila Anda adalah kepala sekolah di sekolah Fajar dan mengetahui hal ini, bagaimana tindak lanjut Anda?

    Sebagai pimpinan sekolah langkah yang bisa diambil adalah 

    • Mencari tahu latar belakang dan alasan tindakan dari fajar, 
    • melakukan tindak lanjut dengan homevisit agar ada perbaikan dari fajar, 
    • memfasilitasi adanya bimbingan dan konseling
    • mendorong dan memfasilitasi guru untuk terus berinovasi dalam pembelajarannya dan melaksanakan pembelajaran terdiferensiasi, sehingga semua kebutuhan gaya belajar anak terfasilitasi.

    Kasus 4

    Anto dan Dino sedang bermain bersama di lapangan basket, dan tiba-tiba terlibat dalam sebuah pertengkaran adu mulut. Dino pun menjadi emosi dan mengadakan kontak fisik, menarik kemeja Anto dengan kasar, sampai 3 kancingnya terlepas. 

    Pada saat itu guru piket langsung melerai mereka, dan membawa mereka ke ruang kepala sekolah. Ibu Suti sebagai kepala sekolah berupaya menenangkan keduanya, terutama Dino. “Dino sepertinya kamu saat ini sedang marah sekali.” Mendengar itu, Dino pun mengalir bercerita tentang kekesalan hatinya. 

    Ibu Suti pun melanjutkan bahwa membuat kesalahan adalah hal yang manusiawi, dan bahwa mempertahankan diri adalah hal yang penting. Namun meminta Dino memikirkan cara lain yang mungkin lebih efektif, karena saat ini Dino berada di ruang kepala sekolah.

    Ibu Suti melanjutkan bertanya tentang keyakinan sekolah yang disepakati, serta apakah Dino bersedia memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan terhadap Anto? Dino pun akhirnya perlahan mengangguk. 

    Kemudian Ibu Suti balik bertanya kepada Anto, hal apa yang bisa dilakukan Dino untuk memperbaiki masalah. Anto menjawab, “Saya perlu kancing saya diperbaiki bu. Ibu saya akan sangat marah kalau melihat kancing baju saya sampai copot 3 kancing begini.” Ibu Suti pun kembali bertanya ke Dino apakah yang akan dia lakukan untuk menggantikan 3 kancing Anto yang terlepas? 

    Dino berpikir sejenak,  namun menjawab, “Wah tidak tahu bu, saya lem kembali mungkin ya bu?” Ibu Suti berpikir sebentar dan menanggapi, “Kalau di lem akan mudah terlepas kembali Dino. Bagaimana kalau kamu menjahitkan saja, bersediakah kamu?” Dino tampak ragu-ragu dan menanggapi, “Menjahit? 

    Mana saya tau bagaimana menjahit bu.” Ibu Suti meneruskan, “Apakah kamu bersedia belajar menjahit?” Dino berpikir sejenak, memandang kemeja Anto, dan menanggapi, “Yang mengajari saya siapa bu?” Dengan cepat Ibu Suti menjawab, “Pak Irfan, guru Tata Busana”. Dino kembali diam sejenak, memandang kemeja Anto yang tanpa kancing.

    Akhirnya Dino mengangguk tanda menyetujui dan sepanjang siang itu Dino belajar menjahit dan memperbaiki kemeja Anto. Terakhir kali terlihat kedua anak laki-laki tersebut, Dino dan Anto pada jam pulang sekolah, mereka sudah bercengkrama dan bersenda gurau kembali.

    Analisis

    Posisi kontrol yang dipraktikkan oleh Kepala Sekolah Ibu Suti adalah manajer hal ini bisa kita cek dari apa yang dilakukannya yaitu dengan langkah segitiga restitusi diantaranya :

    • menstabilkan identitas ; sehingga Dino pun mengalir bercerita tentang kekesalan hatinya. Ibu Suti pun melanjutkan bahwa membuat kesalahan adalah hal yang manusiawi, dan bahwa mempertahankan diri adalah hal yang penting. Namun meminta Dino memikirkan cara lain yang mungkin lebih efektif, karena saat ini Dino berada di ruang kepala sekolah
    • memvalidasi tindakan : Ibu Suti sebagai kepala sekolah berupaya menenangkan keduanya, terutama Dino. “Dino sepertinya kamu saat ini sedang marah sekali
    • menanyakan keyakinan : Ibu Suti melanjutkan bertanya tentang keyakinan sekolah yang disepakati, serta apakah Dino bersedia memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan terhadap Anto? Dino pun akhirnya perlahan mengangguk. Kemudian Ibu Suti balik bertanya kepada Anto, hal apa yang bisa dilakukan Dino untuk memperbaiki masalah. Anto menjawab, “Saya perlu kancing saya diperbaiki bu. Ibu saya akan sangat marah kalau melihat kancing baju saya sampai copot 3 kancing begini.” Ibu Suti pun kembali bertanya ke Dino apakah yang akan dia lakukan untuk menggantikan 3 kancing Anto yang terlepas?

    Dalam kasus Dino dan Anto tersebut, Ibu Suti melakukan penguatan dengan menanayakan kebutuhan masing-masing:
    • Dino dikuatkan, dengan cara "Dino sepertinya kamu saat ini sedang marah sekali". 
    • Anto dikuatkan dengan cara : Ibu Suti balik bertanya kepada Anto, hal apa yang bisa dilakukan Dino untuk memperbaiki masalah

    Nilai-nilai kebajikan (keyakinan sekolah) yang dituju dan bisa ditanamkan serta diterapkan dari kasus diatas adalah :

    • saling menghormati : sesama teman satu tim basket seharusnya saling menghormati agar tercipta suasana yang aman dan nyaman. 
    • tenggang rasa : Didalam satu tim ataupun pertemanan seharusnya mencerminkan rasa menghargai dan menghormati orang lain. Bisa dilakukan dengan menjaga ucapan, perbuatan, serta tingkah laku.
    • tanggung jawab : Dino memperbaiki kancing baju Anto mencerminkan sikap tanggung jawab atas perbuatannya.

    Penutup

    Penerapan Disiplin positif melalui tahapan segitiga Restitusi adalah konsep yang menggabungkan ketegasan dengan penghargaan terhadap pertumbuhan pribadi dan kesejahteraan emosional. Ini membantu individu menjadi lebih berkomitmen, lebih berkembang, dan lebih bahagia dalam kehidupan mereka. 

    Dengan menerapkan disiplin positif melalui tahapan segitiga restitusi ,sebagai upaya kita para pendidik dan orang tua dalam menghantarkan anak-anak dan peserta didik menuju kesuksesan yang berkelanjutan.

    Demikian yang dapat diuraikan dari segitiga restitusi, contoh kasus penerapannya, semoga bermanfaat.

    ADH
    ADH "Hebatnya seorang guru karena mendidik, dan rekreasi paling indah adalah mengajar" (KH Maimoen Zubair)

    Posting Komentar untuk "Segitiga Restitusi | Contoh Kasus Penerapannya"

    Guru Sumedang (GS) adalah praktisi Pendidikan yang berkomitmen untuk kemajuan dunia pendidikan. Artikel,Video dan atau Gambar di situs www.gurusumedang.com kadang bersumber dari media lainnya,GS akan berupaya menuliskan sumbernya, dan HAK CIPTA sepenuhnya dipegang media tersebut.