Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Antara Pedagogi, Andragogi dan Heutagogi

Antara pedagogi, andragogi, heutagogi | Guru adalah tenaga profesional yang memiliki tugas untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.(UU No 14 tahun 2005).

Antara pedagogi, andragogi, heutagogi | Guru adalah tenaga profesional yang memiliki tugas untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.(UU No 14 tahun 2005).

Berbicara masalah pendidikan tidak akan terlepas dari para pendidik, peserta didik dan tujuan pendidikan itu sendiri, ketiganya saling berhubungn dan tidak bisa dipisahkan. Tugas seorang pendidik tidaklah ringan, dan kedudukannya sangatlah mulia, keberhasilan suatu pembelajaran tergantung padanya dan juga peserta didiknya.

Hubungan itu tergambarkan dalam tiga kompetensi berikut ini :

  1. Pedagogik
  2. Andragogik
  3. Heutagogik

Dibawah ini sekilas tentang ketiga hal tersebut diatas, namun sebelum lebih jauh, dalam tulisan ini kadang saya menulis pedagogik, lain waktu pedagogi , atau andragogik dan andragogi , kemudian heutagogik dan heutagogi, sedikit gambaran Pedagogik adalah ilmunya dan pedagogi adalah implementasinya (praktik), semoga tidak memusingkan sobat GS.

Pedagogik

Pedagogik merupakan ilmu tentang seluk beluk pendidikan anak, kompetensi yang harus  dikuasai oleh seorang guru dalam menjalankan tugasnya mengajar dan mendidik  :

  • mengajar  untuk menyampaikan atau  menginformasikan pengetahuan (kognitif)
  • mengembangkan sikap dan kepribadian serta mental anak didiknya secara terpadu. (afektif) 
  • Menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan  sehingga peserta didiknya mampu hidup dan menghadapi permasalahannya (psikomotor)

Secara bahasa Yunani pedagogik berasal dari dua kata yaitu paid (paedos) yang berarti anak dan Agogi  dari kata agogus yang berarti mengantar, membimbing atau  memimpin. 

Pengertian secara bahasa tersebut murodif dengan apa yang disampaikan Ki Hajar Dewantara bahwa guru dalam pengajarannya harus " ing ngarso sung tulodo (didepan memberi teladan) , ing madya mangun karso (ditengah menumbuhkan dan membangun kemauan/inisiatif), Tut Wuri handayani (mendukung/mendorong dari belakang)".

Sehingga kalau ditarik pengertian dari dua kata dan semboyan tersebut dapat diartikan bahwa pedagogi adalah sebuah upaya dalam membimbing dan memberikan bantuan serta teladan dari orang dewasa (pembimbing) ke peserta didik /anak (yang dibimbing) agar mencapai kedewasaan dalam berpikir, bertindak dan bertingkah laku .

Sedangkan menurut  Menurut Sadulloh (2014:1) pengertian pedagogi  adalah :
Ilmu yang membahas pendidikan anak, pedagogi  merupakan teori pendidikan anak. Pedagogi sebagai ilmu sangat  dibutuhkan oleh guru khususnya guru taman kanak-kanak (TK) dan  guru sekolah dasar (SD) karena mereka akan berhadapan dengan  anak yang belum dewasa. Tugas guru bukan hanya mengajar untuk  menyampaikan, mentransformasikan pengetahuan kepada anak di  sekolah, melainkan guru mengemban tugas untuk mengembangkan  kepribadian anak didiknya secara terpadu

atau bisa juga di artikan sebagaimana disampaikan Mustapa kamil dalam (Knowles 1976) padagogy sebagai “the art  and science of teaching children” atau seni dan ilmu dalam mengajar anak-anak.

Kompetensi Pedagogik

Indikator pedagogik menurut Kurniasih (2017: 98)  menyatakan bahwa kompetensi pedagogi adalah kemampuan seorang  pendidik dalam mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi:

A. Kemampuan dalam memahami peserta didik, dengan indikator antara  lain:

  1. Memahami karakteristik perkembangan peserta didik, seperti  memahami tingkat kognitif peserta didik sesuai dengan usianya.
  2. Memahami prisnsip-prinsip perkembangan kepribadian peserta  didik, seperti mengenali tipe-tipe kepribadian peserta didik dan  mengenali tahapan-tahapan perkembangan kepribadian peserta didik.
  3. Mampu mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik dan menggali  perbedaan potensi yang dimiliki peserta didik.
  4. Kemampuan dalam membuat perancangan pembelajaran, dengan  indikator antara lain: 
  5. Mampu merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar,  seperti merumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai sesuai  dengan kompetensi yang ingin dicapai, memilih jenis startegi atau  metode pembelajaran yang cocok, menentukan langkah-langkah  pembelajaran, dan menentukan cara yang dapat digunakan untuk  memotivasi peserta didik. 
  6. Mampu merencanakan pengorganisasian bahan pembelajaran,  seperti mampu menjabarkan materi sesuai dengan tujuan  pembelajaran, serta mampu menyusun bahan pembelajaran secara  runtut dan sistematis.
  7. Mampu merencanakan penggunaan media dan sumber pengajaran  sarana yang bisa digunakan untuk mempermudah pencapaian  kompetensi, dan lainnya.
  8. Mampu merencanakan pengelolaan kelas, seperti mampu  menentukkan alokasi waktu belajar mengajar, serta mampu  menentukan cara pengorganisasian siswa agar terlibat secara aktif  dalam kegiatan belajar mengajar.
  9. Mampu merencanakan model penilaian hasil belajar, seperti  menentukan macam-macam bentuk penilaian dan membuat  instrumen penilaian hasil belajar.

B. Kemampuan melaksanakan pembelajaran yang mendidik dan dialogis,  dengan indikator antara lain:

  1. Mampu membuka pelajaran, seperti menyampaikan tujuan  pembelajaran yang akan dicapai dan memotivasi siswa, dan  mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan materi prasyarat.
  2. Mampu mengelola kegiatan belajar mengajar, seperti mampu  menjelaskan materi, menggunakan metode mengajar, memberi  contoh yang sesuai dengan materi, menggunakan media  pembelajaran memberi penguatan, memberi pertanyaan, dan menekankan hal-hal yang menumbuhkan kebiasaan positif pada  tingkah laku siswa.
  3. Mampu berkomunikasi dengan siswa, seperti mampu memberi  kesempatan untuk memahami materi, mengklarifikasi petunjuk dan  penjelasan apabila siswa salah mengerti, memberi kesempatan  kepada siswa untuk bertanya, dan menggukan bahasa lisan dan  tulisan secara jelas dan benar.
  4. Mampu mengorganisasikan kelas dan menggunakan waktu dengan  baik.
  5. Mampu melaksanakan penilaian selama proses belajar mengajar  berlangsung dan melaksanakan penilaian pada akhir pembelajaran.
  6. Mampu menutup pelajaran, seperti membuat kesimpulan, melakukan  refleksi atau membuat rangkuman dengan melibatkan siswa dan  melaksanakan tindak lanjut dengan memberikan arahan atau tugas  sebagai bagian dari remidial atau pengayaan. 

C. Kemampuan dalam mengevaluasi hasil belajar, dengan indikator antara lain:

  1. Mampu merancang dan melaksanakan penilaian, seperti memahami  prinsip-prinsip penilaian, mampu menyusun macam-macam instrumen evaluasi pembelajaran, mampu melaksanakan evaluasi.
  2. Mampu menganalisis hasil penilaian, seperti mampu  mengklasifikasikan hasil penilaian dan menyimpulkan hasil  penilaian secara jelas. 
  3. Mampu memanfaatkan hasil penilaian untuk perbaikan kualitas pembelajaran selanjutnya, seperti mampu memperbaiki soal yang  tidak valid dan mempu mengidentifikasi tingkat variasi hasil belajar.

D. Kemampuan dalam mengembangkan peserta didik untuk  mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya, dengan  indikator antara lain:

  1. Memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan potensi  akademik, seperti menyalurkan potensi akademik peserta didik  sesuai dengan kemampuannya, mampu mengarahkan dan  mengembangkan potensi akademik peserta didik.
  2. Mampu memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan potensi  non-akademik, seperti menyalurkan potensi non-akademik peserta  didik sesuai dengan kemampuannya, mampu mengarahkan dan  mengembangkan potensi non-akademik peserta didik. 

Pedagogical Content knowledge 

Pedagogical Content Knowledge adalah perpaduan antara pengetahuan tentang pemahaman materi ajar (content khowledge) /disiplin ilmu tertentu  dengan pengetahuan dan pemahaman tentang cara mendidik (pedagogical knowledge) yang berbaur menjadi satu yang dimiliki seorang guru/pendidik.

Adapun komponen Pedagogical Content Knowledge menurut Park  dan Oliver (2008:18) dalam Ali (2018: 23) mengutarakan enam  komponen Pedagogical Content Knowledge yaitu:
  1. Orientation to teaching science; yaitu komponen  tentang orientasi mengajar yang berperan sebagai peta  konsep dalam menentukan keputusan terhadap komponen PCK yang  lainnya.
  2. Knowledge of students understanding of science; kemampuan untuk  mengetahui aspek-aspek yang ada pada peserta didik seperti  kesulitan belajarnya, kesalahpahaman, minat dan pengetahuannya  akan suatu materi.
  3. Knowledge of science curriculum. yaitu kemampuan guru tentang kurikulum dan  hubungan antara topik yang disajikan dalam kurikulum dengan cara  horizontal dan vertikal.
  4. Knowledge of instructional strategis and representations for teaching  science. Pengetahuan tentang  metode, pendekatan dan strategi  untuk mengajarkan suatu topik tertentu.
  5. Knowledge of assesment of science learning. Pengetahuan  evaluasi dan penilaian akan domain-domain pengetahuan  peserta didik melalui alat atau instrumen penilaian dan kegiatan  lainnya.
  6. Teachers efficacy; Efikasi guru yaitu  hubungan  antara  efikasi guru dengan keyakinan guru untuk menyelenggarakan proses  pembelajaran yang efektif dengan metode tertentu untuk tujuan tertentu

Kalau di peringkas sebagaimana Peraturan Pemerintah No 74 tahun 2008 tentang Guru di sebutkan bahwa Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurangkurangnya meliputi:
  1. pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;
  2. pemahaman terhadap peserta didik;
  3. pengembangan kurikulum atau silabus;
  4. perancangan pembelajaran;
  5. pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
  6. pemanfaatan teknologi pembelajaran;
  7. evaluasi hasil belajar; dan
  8. pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. 

Andragogik

Andragogi (andragogy) dari kata Yunani yaitu andra, yang berarti orang  dewasa dan kata agogi (Agogy) berasal dari kata Agogus  yang berarti aktivitas memimpin dan membimbing”. bisa juga diartikan andragogi adalah " the art and  science to helping adult a learner".  atau seni dan ilmu memimpin/membimbing/mempengaruhi orang dewasa untuk belajar.

Derkenwald dan Merriam menjelaskan pengertian  pendidikan orang dewasa adalah suatu proses belajar yang sistematis dan berkelanjutan pada orang yang berstatus dewasa dengan  tujuan untuk mencapai perubahan pada pengetahuan, sikap, nilai dan  keterampilan. 

sehingga ciri pendidikan orang dewasa adalah :
  1. Orang dewasa termotivasi untuk belajar sesuai dengan kebutuhan dan minat  mereka; 
  2. Orientasi belajar bagi orang dewasa adalah berpusat pada kehidupan; 
  3. Pengalaman sebagai sumber kekayaan untuk belajar orang dewasa; 
  4. Orang  dewasa mengharapkan berhubungan sendiri dengan kebutuhan yang tepat; 
  5. Perbedaan individual di antara perorangan berkembang sesuai dengan umurnya. 
Dengan demikian orang dewasa belajar tidak hanya untuk mendapatkan nilai yang bangus dan sebatas ijazah akan tetapi orang dewasa belajar untuk meningkatkan kehidupannya.

Sebagai seorang peserta didik (andragogi),  orang dewasa dalam banyak hal memiliki beberapa keunggulan-keunggulan. seperti pada konsep dirinya,  mereka memiliki :
  • kematangan psikologis; 
  • bertanggung jawab,  
  • memiliki hasrat dan 
  • motivasi kuat untuk belajar dan 
  • dapat belajar dan mempelajari sesuatu dalam skala yang lebih luas dan  
  • memilih strategi belajar yang lebih baik, lebih efektif dan lebih terarah dan  
  • mampu mengarahkan diri (self directing)
Secara alamiah, orang dewasa memiliki kemampuan menetapkan tujuan  belajar, mengalokasi sumber belajar, merancang strategi belajar dan mengevaluasi  kemajuan terhadap pencapain tujua relajar secara mandiri.

Karakteristik kedewasaan atau kematangan seorang  individu yang paling mendasar terletak pada tanggung jawabnya. dengan kesanggupan dan kesiapan serta kemampuan dalam memikul tanggung jawab, maka ia akan sanggup  menghadapi kehidupan dan mengarahkan diri sendiri, sehingga ketergantungan kepada orang lain akan semakin  berkurang

Oleh karena itu konsep pembelajaran  dalam konteks andragogi, secara lebih khusus memiliki inti dasar yang mengacu  pada menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai kemandirian dan tanggung jawab bagi setiap peserta didiknya (warga belajar).

Jika dibandingkan pendidikan orang dewasa (andragogi)  dengan  pendidikan anak (pedagogi). pedagogi berlangsung dalam  bentuk pemodelan dan peniruan, sedangkan andragogi berlangsung dalam bentuk  pengembangan diri sendiri dan kemandirian untuk memecahkan masalah.

Perbedaan pedagogi dan andragogi menurut Malcolm Knowles 
Pedagogi Andragogi
Konsep Diri (Self -concept)
anak ialah pribadi yang tergantung. Hubungan pelajar denganpengajar merupakan hubungan yang bersifat pengarahan (a directing relationship)
Peserta didik bukan pribadi yanag tergantung, tetapi pribadi yang telah masak secara psikologis. Hubungan warga belajar dengan pengajar merupakan hubungan saling membantu secara timbal balik ( a helping rationship)
Pengalaman
Pengalaman peserta didik masih sangat terbatas, karena itu dinilai kecil dalam proses pendidikan. komunikasi satu arah dari pendidik kepada pelajar
Pengalaman peserta didik orang dewasa dinilai sebagai sumber belajar yang kaya, Multi komunikasi oleh semua peserta, pengajar maupun pelajar.
kesiapan belajar
Pendidik menentukan apa yang akan dipelajari, bagaimana dan kapan belajar
peserat didik menentukan apa yang perlu mereka pelajari berdasarkan pada persepsi mereka sendiri terhadap tuntutan situasi sosial mereka
perpektif waktu dan orientasi terhadap belajar. Diajarkan bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dimasa yang akan datang dengan pendekatan (subject centered) Belajar merupakan proses untuk penemuan masalah dan pemecahan masalah pada saat itu juga. dengan pendekatan (problem centered)
Heutagogi Heutagogi lahir sebagai pengisi ruang-ruang samar antara pedagogi dan andragogi, sebagaimana yang diuraikan diatas oleh Malcolm Knowles   Dari kenyataan yang ada baik pedagogi maupun andragogi,  kurikulum masih sangat berpusat pada guru (guru dominan) dan masih sedikit kesempatan untuk keterlibatan nyata di tingkat mikro atau bahkan makro oleh peserta didik   Heutagogy berasal dari bahasa Yunani terdiri dari kata Heuta = diri  dan kata  agogi = membimbing /memimpin sehingga Heutagogi adalah  pembelajaran yang berpusat pada peserta didik yang menempatkan peserta didik sebagai agen utama dalam pembelajaran mereka sendiri, sebagai hasil dari pengalaman pribadi.(student centered learning).  Toto Rahardjo (2021;15) menuliskan dalam sebuah artikelnya pada buku berjudul :Sekolah Biasa Saja , Edisi Klasik Perdikan cetakan INSISTPress,  bahwa "Sekolah Tidak Seperti Mencetak Batu-Bata"  dengan jargon jargon promosi sekolah seperti :


Heutagogik

Heutagogi hadir sebagai pengisi ruang-ruang kosong antara pedagogi dan andragogi, sebagaimana yang diuraikan diatas oleh Malcolm Knowles 

Dari kenyataan yang ada baik pedagogi maupun andragogi,  kurikulum masih sangat berpusat pada guru (guru dominan) dan masih sedikit kesempatan untuk keterlibatan nyata di tingkat mikro atau bahkan makro oleh peserta didik 

Heutagogy berasal dari bahasa Yunani terdiri dari kata Heuta = diri  dan kata  agogi = membimbing /memimpin sehingga Heutagogi adalah  pembelajaran yang berpusat pada peserta didik yang menempatkan peserta didik sebagai agen utama dalam pembelajaran mereka sendiri, sebagai hasil dari pengalaman pribadi.(student centered learning).

Toto Rahardjo (2021;15) menuliskan dalam sebuah artikelnya pada buku berjudul :Sekolah Biasa Saja , Edisi Klasik Perdikan cetakan INSISTPress,  bahwa "Sekolah Tidak Seperti Mencetak Batu-Bata"  dengan jargon jargon promosi sekolah seperti :
Kami siap mencetak siswa yang siap kerja, para siswa tersebut didik secara ketat dan disiplin ; ditempat lain saya membaca  promosi sebuah sekolah : "Cetak siswa berprestasi dan berakkhlakul karimah" plus pemanis lainnya...,Apakah anak-anak, siswa dan manusia bisa dicetak atau dibentuk sesuai keinginan orang lain ?  karena anak, peserta didik dan manusia  adalah mahluk hidup yang secara kodrati  akan tumbuh dan berkembang, yang mereka butuhkan adalah lahan subur dan perhatian yang sungguh-sungguh agar tumbuh dan berkembang. Pada dasarnya anak dan siswa adalah pribadi yang unik, juga secara alamiah sejak kodratnya. anak-anak merupakan siswa yang aktif. Anak-anak dari nalurinya sesungguhnya selalu menuju pada proses perkembangan, ingin berjalan kedepan, ingin tahu dan selalu menuju arah untuk mencapai keberhasilan. Maka biarkanlah anak-anak mekar dan berkembang dengan sendirinya. Anak bukanlah alat untuk orang lain, menjadi anak yang siap pakai sehingga perlu dijejali banyak hal materi yang sebenarnya jauh dari kebutuhan si anak.
Situasi dan kondisi faktual dilapangan pendidikan saat ini Guru (baca sekolah)  justru sangat dominan dan seoalah-olah (pada kenyataannya) guru mengendalikan pengalaman belajar peserta didik, ditandai dengan tidak melibatkan peserta didik dalam perencaan dan proses pembelajarannya. 

Stewart Hase dan Chris Kenyon dari Southern Cross University (Australia)  pada makalahnya yang berjudul Heutagogy:  A Child of Complexity Theory  menyebutkan  heutagogical mungkin diterapkan dalam merancang proses belajar dengan pemikiran : 
  1. Pengakuan sifat belajar yang muncul dan oleh karena itu perlunya kurikulum 'hidup' yang fleksibel dan terbuka untuk berubah saat pelajar belajar, terkait dengan ini adalah keterlibatan pelajar dalam kurikulum 'hidup' ini sebagai pendorong utama. 
  2. Menyadari bahwa perolehan pengetahuan dan keterampilan, dan pembelajaran adalah proses yang terpisah dan memerlukan pendekatan yang berbeda;  
  3. Identifikasi kegiatan/proses pembelajaran oleh pembelajar bukan hanya oleh guru 
  4. Menggunakan penelitian tindakan dan pembelajaran tindakan sebagai meta-metodologi dalam pengalaman belajar
  5. Keterlibatan pelajar dalam desain penilaian, diagnosis diri dan penerapan pengetahuan dalam konteks kehidupan nyata 
  6. Pembelajaran kolaboratif 
  7. Coaching untuk kebutuhan dan aplikasi pembelajaran individu. 
Heutagogy menurut hemat saya tidak lain adalah pembelajaran mandiri yang memberikan ruang dan kebebasan kepada siswa untuk mengolah dirinya sendiri, potensi dan kesulitan-kesulitannya serta kondisi psikologis (entri behavior siswa)  yang menyertainya, serta menentukan (determine) sendiri belajarnya,  sehingga tidak menjadi siswa hasil cetakan (homogen) yang membeo (meminjam istilah Toto Rahardjo) namun menjadi siswa yang mampu menemukan jatidirinya.

Semoga perubahan  kurikulum Pendidikan Indonesia menjadi Kurikulum 2022 mengembalikan kepada kodrat manusia (peserta didik) dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab. Aamiin

Sebelum beranjak lengkapi bacaan anda dengan :
Maju Terus Pendidikan Indonesia

ADH
ADH Agar bebas mengunduh, gunakan akun belajar id, karena perubahan kebijakan belajar id, kami sedang berproses memindahkan cloud untuk menyimpan file

Posting Komentar untuk "Antara Pedagogi, Andragogi dan Heutagogi"

Guru Sumedang (GS) adalah praktisi Pendidikan yang berkomitmen untuk kemajuan dunia pendidikan. Artikel,Video dan atau Gambar di situs www.gurusumedang.com kadang bersumber dari media lainnya,GS akan berupaya menuliskan sumbernya, dan HAK CIPTA sepenuhnya dipegang media tersebut.